Nona, Ini Kadoku Untukmu.

[20.06.2013] Aku tak tahu harus mulai dari mana tulisan ini, padahal niatku membuat tulisan ini sederhana; mengekalkan ingatan atas peringatan hari lahirmu yang ke-32, 20 Juni 2013. Ini juga dipengaruhi oleh pikiran negatif yang muncul bahwa orang lain akan mengataiku lebay –kata yang sampai saat ini belum kupahami benar artinya. Padahal apa salahnya membuat tulisan untuk ulang tahun sang istri kan?

Memang dunia ini aneh, ketika seseorang mencoba mengungkapkan rasa sayang dan cinta kepada istrinya, orang itu dicap lebay, sementara mereka yang baru pacaran dan sudah mengumbar kemesraan di ruang publik, di puja-puja bahwa mereka pasangan yang romantis, serasi, dan begitu saling mencintai –meskipun minggu berikutnya sudah pisah lagi karena salah duanya selingkuh.

Tapi biarlah aku dikatai lebay, demi istri yang telah menemaniku menjalani hidup selama lima tahun berjalan, cap lebay bukanlah sesuatu yang berat untuk kutanggung. Dan karena keyakinan itulah maka aku memberanikan diri meneruskan tulisan ini.

Sebenarnya aku merasa malu juga sama istriku, bagaimana bisa, di peringatan hari lahirnya, aku cuma bisa membuat sebuah tulisan ringkas nan sederhana sebagai obat pengekal ingatan atas momen ini. Tapi aku yakin dia bisa memahami bahwa suaminya bukanlah hartawan yang punya berlian segudang atau milyuner yang punya duit berkarung-karung.

Suaminya hanyalah seorang lelaki yang punya sedikit keberanian untuk melamarnya, dan berani memanggul amanah tanggungjawab atasnya di dunia dan akhirat. Selain itu, tentu istriku juga mengerti bahwa suaminya hanyalah seorang lelaki yang butuh dukungan, bantuan dan sokongan untuk memikul amanah itu.

Maka tulisan ini tentu akan dia terima dengan pandang yang teduh dan hati yang lapang. Dia akan baca dan meresapi setiap rangkaian huruf dan katanya, setiap untaian kalimat dan makna yang dimuatnya. Dan dia akan paham bahwa tak ada kado yang paling istimewa untuknya di hari istimewanya, selain ungkapan jujur dari seorang suami yang disampaikan secara ikhlas.

Dia juga akan sadar bahwa betapa istimewanya dirinya bagiku, sehingga dialah satu-satunya perempuan yang mendapatkan tulisan istimewa dariku di hari ini. Dia juga akan mengetahui betapa aku begitu bangga menjadi suaminya, dan sangat bersyukur menjadi pendamping hidupnya. Bahwa suaminya adalah seorang lelaki yang begitu bahagia karena telah memilihnya menjadi istri.

Nah, setelah berhasil meyakinkan diri untuk menghadiahkan tulisan untuk istriku di hari ini, persoalan kedua muncul, apa yang pantas aku tuliskan? Aku kesulitan mencari momen yang paling menarik sepanjang kebersamaan kami yang layak ditulis. Kurunut kebersamaan kami sejak sebelum menikah sampai kemarin, dan aku tak tahu harus memilih yang mana.

Cerita kebersamaan kami tidak stragis kisah Romeo dan Juliet, tak ada momen kami harus berhubungan backstreet pra nikah, malah tak ada kita makan malam romantis berdua. Aku mengenal dia, dia pun mengenalku, sebatas perkenalan sebagai sahabat, tempat berbagi kegelisahan, dan berbuat bersama untuk kemanusiaan. Tak ada masa untuk kami membangun hubungan spesial bak remaja tanggung dan sinetron picisan.

Kami juga tak punya kisah seperti Qays dan Layla, tak ada cerita Qays begitu bahagia dan rindunya menjadi impas hanya dengan mengelus dan menciumi dinding rumah Layla, si jelita. Apalagi kisah heroik seperti perjuangan cinta Datu Museng dan Maipa Deapati. Tak ada cerita seperti demikian.

Kami hanya punya kisah sederhana tentang dua orang yang mencoba mengikat diri dalam mitsaqan ghalidza –perjanjian yang kokoh. Jenis perjanjian yang hanya disebut tiga kali dalam Al Qur’an: Allah membuat perjanjian dengan nabi Nuh, nabi Ibrahim, nabi Musa dan nabi Isa (Q.S. 73 : 3), Allah mengambil sumpah Bani Israil (Q.S 4 : 154) dan ikatan pernikahan (Q.S. 4 : 21).

Maka di peringatan hari lahirnya kini, aku cuma mengingatkan kembali istriku –dan aku juga, tentang mitsaqan ghalidza yang telah kami ikrarkan. Semoga perjalanan waktu, bertambahnya umur dan berkurangnya usia, tidak mengendurkan perjanjian yang kokoh, malah kiat memantapkan ikatan pernikahan yang telah kami bangun.

Tak ada yang bisa kuberikan di hari ulang tahunmu Nona, hanya senandung lirih dari Alief yang berjudul Maharku Untukmu yang bisa aku perdengarkan padamu.

Inilah maharku untukmu
Seperti ini kumampu
Sepenuh hati kuberikan
Sebagai wujud cintaku

Maharku untukmu, tulus kuserahkan
Kepada dirimu, satu yang kupilih

Maharku untukmu, agung karunia
Yang Allah berikan padaku, untukmu

Terimalah sebaris doa
Semoga engkau bahagia
Dan kunyanyikan lagu ini

Persembahan cinta suci

6 Komentar

  1. Anonim8:45 PM

    Jadi terharu.... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok terharu, padahal ini tulisan ungkapan kebahagiaan loh :)

      Hapus
  2. Anonim9:35 AM

    آمِÙŠّÙ†ْ... آمِÙŠّÙ†ْ... آمِÙŠّÙ†ْ.. Ya اَللّÙ‡ُّ

    BalasHapus
  3. Lelaki yang hanya berani mengungkapkan lewat diksi pada tulisannya. Aku teringat tokoh Borno pada novel "Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah" - Tere Liye.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau saya, yang lewat tulisan malah tidak seberapa, yang diungkapkan langsung lebih dari cukup, bro. Hehehehe...

      Hapus
Lebih baru Lebih lama