Urgensi Sistem Pengendalian Intern

Sungguh mencengangkan! Dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta selasa (21/10/08) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI, Anwar Nasution mengungkapkan bahwa dari 275 Laporan Keuangan Pemerintah (Daerah maupun Pusat) Tahun 2007 yang diperiksa oleh BPK pada pemeriksaan semester I Tahun Anggaran 2008, hanya 1 % yang mendapatkan opini wajar tanpa perkecualian atau dikatakan baik. Sisanya, mendapatkan predikat tidak wajar atau bahkan disclaimer.

Disclaimer sebenarnya berarti bahwa pihak auditor tidak memberikan pendapat. Dalam konteks status Laporan Keuangan Pemerintah, disclaimer merupakan opini atau pendapat dari auditor yang berarti terdapat suatu nilai yang secara material (signifikan) tidak dapat diyakini kewajarannya oleh auditor, dalam hal ini auditor eksternal adalah BPK.

Secara umum, disclaimer diakibatkan oleh beberapa sebab, diantaranya pertama, adanya pembatasan ruang lingkup audit yang dilakukan manajemen; kedua, karena sesuatu dan lain hal yang menyebabkan auditor tidak mendapatkan bukti/data yang cukup; dan ketiga, karena sistem pengendalian intern sedemikian lemahnya sehingga auditor tidak mendapatkan keyakinan mengenai substansi laporan keuangan tersebut.

Anwar Nasution dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa sebagian besar permasalahan yang mengemuka, terkait dengan kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan. Bahkan secara khusus terkait dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2007, BPK kembali menemukan 21 kasus kelemahan sistem pengendalian intern yang juga ditemukan dalam LKPP tahun-tahun sebelumnya (2004, 2005, dan 2006).

Hasil pemeriksaan BPK ini tentu kontra produktif dan sangat tidak sejalan dengan tekad pemerintah untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Ini juga menunjukkan belum maksimalnya implementasi dari paket undang-undang Bidang Keuangan Negara yang meliputi UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan Dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

Sistem Pengendalian Intern
Berkaitan dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Pasal 58 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menegaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh melalui dengan penetapan sebuah Peraturan Pemerintah.

Untuk menjawab kebutuhan ini, setelah melalui proses yang cukup melelahkan tepat pada tanggal 28 Agustus 2008 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa sistem pengendalian intern melekat pada sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumberdaya manusia serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dari defenisi tersebut maka secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari Sistem Pengendalian Intern adalah pertama, menjamin tercapainya tujuan organisasi/perusahaan; kedua, dapat dipercayanya laporan keuangan yang disusun organisasi/perusahaan; dan ketiga, dipatuhinya semua peraturan per-UU-an yang berlaku. Secara khusus, Sistem Pegendalian Intern Pemerintah bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, ini merupakan Sistem Pengendalian Intern yang harus diselenggarakan secara menyeluruh baik di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah ini menegaskan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengadopsi sistem internal control dengan kerangka dari Committee of Sponsoring Organizatons of the Treadway Commissions (COSO). Internal control versi COSO ini berbeda dengan internal control versi sebelumnya dari Government Accountability Office (GAO). COSO lebih menekankan pengendalian dalam bentuk soft control (pelaku) sebagai inti daripada pengendalian intern dari pada hard control.

Pengendalian intern versi COSO merupakan suatu kerangka internal control dengan mengintegrasikan semua aspek operasi dan keuangan perusahaan, termasuk antara top executives maupun employees, tujuan dan resiko usaha, serta meliputi semua unit kegiatan perusahaan. Dengan penerapan pengendalian intern versi COSO ini diharapkan dapat terjadinya pengurangan berbagai bentuk penyimpangan yang mungkin terjadi.

Peroses ‘adopsi’ pengendalian intern versi COSO ke dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tersebut terlihat dalam unsur-unsur yang termasuk dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang meliputi pertama, lingkungan pengendalian; kedua, penilaian risiko; ketiga, kegiatan pengendalian; keempat, informasi dan komunikasi; dan kelima, pemantauan pengendalian intern.

Sebagaimana pengendalian intern versi COSO, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah juga menempatkan control environment (lingkungan pengendalian) pada urutan pertama dari elemen-elemen pengendalian yang lain. Ini menunjukkan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah lebih menekankan pada soft control dengan membangun komitmen dan integritas perilaku dan etika, nilai-nilai luhur serta komunikasi yang baik sebelum mencoba menerapkan hard control dengan melakukan penyusunan perencanaan, pencatatan, pelaporan, organisasi dan sebagainya.

Tampak dengan jelas bahwa melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ini, upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi tidak hanya mengedepankan cara represif. Pemerintah juga menempuh tindakan preventif dengan membangun Sistem Pengendalian Intern dan memberdayakan Aparat Pengawasan Intenal Pemerintah (APIP) sebagai ikhtiar dalam mencegah tindak KKN.

Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam mewujudkan kondisi dalam instansi pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern, membutuhkan peran pimpinan instansi pemerintah. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 PP No. 60 Tahun 2008 diamanahkan agar pimpinan instansi pemerintah menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya.

Proses penciptaan lingkungan pengendalian antara lain melalui penegakan integritas dan nilai etika serta komitmen terhadap kompetensi dengan menyusun dan menerapkan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumberdaya manusia dalam wujud aturan perilaku, memberikan keteladanan, menegakkan disiplin dan sebagainya. Penciptaan lingkungan pengendalian yang kondusif dapat menjadi fondasi yang kokoh bagi implementasi unsur-unsur pengendalian intern lainnya.

Menghindari Opini Disclaimer
Sebenarnya, jauh hari sebelum penetapan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern ini, pemerintah (dalam hal ini Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal) telah melaksanakan pengendalian intern dalam bentuk pengawasan melekat sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanan Pengawasan Melekat.

Pengawasan melekat yang dimaksud selaras dengan pengertian pengendalian intern atau pengendalian manajemen. Unsur-unsur yang diliputi oleh pengawasan melekat mencakup unsur pengorganisasian, personil, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan, supervisi dan review intern.

Bahkan Menteri juga membuat pernyataan tanggungjawab bahwa laporan pengelolaan APBN telah dilaksanakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai sebagaimana yang diatur dalam pasal 25 ayat (1) dan (2) serta pasal 26 ayat (1) PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah, tapi nampaknya hal ini belumlah cukup untuk membuat BPK tidak memberikan opini disclaimer pada LKPP tahun 2007 sementara aturan formal SPIP baru ditetapkan 28 Agustus 2008 yang lalu.

Untuk menghindari opini disclaimer BPK terhadap LKPP, maka ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah sebagaimana dijeaskan oleh Agus Riyanto (2008). Menurut Agus, setelah ditetapkannya menerapkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, maka seharusnya menteri/pimpinan lembaga segera mengimplementasikan SPIP tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No. 1 Tahun 2004.

Selain hal itu, Agus juga menekankan pentingnya bagi Pemerintah untuk melakukan koordinasi dengan BPK untuk menyamakan persepsi berkaitan implementasi SPIP di lingkungan pemerintah dan mendiskusikan parameter-parameter yang digunakan untuk menilai efektivitas penyelenggaraan SPI sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat dalam hasil penilaiannya nanti.

Hal terakhir yang patut dimaksimalkan oleh pemerintah (baik Pusat maupun Daerah) adalah Peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang meliputi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinisi serta Inspektorat Kabupaten/Kota. Para auditor intern ini diharapkan dapat berperan secara maksimal dalam melakukan sosialisasi atas penerapan Sistem Pengendalian Intern ini.

Mereka juga harus mengoptimalkan fungsi pengawasan Intern sebagai sebuah proses pengawasan yang meliputi seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
Lebih baru Lebih lama