Resensi: Buku Bagi Wanita Yang Mudah Patah


Pandangan bahwa perempuan adalah mahluk yang lemah, masih menjadi keyakinan sebagian orang di sekitar kita. Stereotipe seperti ini bukan hanya terbentuk di kepercayaan kaum pria, tetapi juga diidap oleh kaum wanita. Seperti sudah mengendap di alam baaah sadar sebagian kita bahwa wanita lebih rapuh dan gampang patah dibanding pria.

Sebetulnya buku ini tak ditulis di atas landasan keyakinan sedemikian, bahkan sebaliknya, buku ini hadir untuk menunjukkan bahwa wanita setara dengan pria. Bahkan terkadang pencapaian-pencapaian prestatif seorang wanita, tak kalah dari pria.Anak judul buku ini dengan tegas mengatakan bahwa apa yang hadir di buku ini berasal dari wanita Indonesia berprestasi.

Setidaknya, ada 52 orang wanita Indonesia yang hadir bersama untuk saling menguatkan, memberi semangat, dan mencerahkan hati wanita di manapun berada, bahkan juga untuk pembaca pria, tentu saja. Spirit mereka berhasil ditangkap dengan baik dan dikemas dalam untaian kalimat penuh tenaga, oleh seorang konsultan manajemen dan SDM berlatar belakang psikolog, Eileen Rachman.

Dalam kata pengantar yang ditulis oleh Nining W. Pernama (Managing Director PT. Tupperware Indonesia) disebutkan bahwa buku ini merupakan semacam rangkuman dari sebuah program talkshow inspirasional bertajuk “Tupperware She CAN!” di salah satu televisi swasta nasional yang kemudian diturunkan menjadi siaran talkshow radio yang disiarkan langsung di 24 radio nasional.

Inspirasi dari puluhan wanita hebat ini, wanita-wanita yang pernah dibelasah penderitaan tetapi tetap teguh, dibasuh kesenangan namun tetap santun, wanita yang telah memahami diri secara emosiobal, dan mengenal dirinya secara spiritual, dirangkum ke dalam tiga segmen yang merupakan fisolosofi 3E yaitu Enlighten (mencerahkan), Educate (mendidik), dan Empower (memberdayakan).

Salah satu pernyataan menarik dan bisa memantik kesadaran dari segmen Enlighten (mencerahkan) adalah seperti yang diucapkan oleh Dessy Suprihartini (h. 19). Aktivis kemanusiaan ini berujar, Siapa yang memberi cinta, dia akan menerima rasa bahagia. Kebahagiaan yang terbesar adalah ketika kita mampu memberikan cinta dan membawa perubahan pada orang-orang di sekitar kita sehingga kita bisa melihat mereka tertawa dengan penuh cerita.

Ungkapan Dessy, sejalan dengan penyataan pegiat literasi Helvy Tiana Rosa (h. 21). Dengan singkat, Helvy mengatakan bahwa, “Kesuksesan sejati adalah ketika kita bisa menyukseskan dan membahagiakan orang lain”. Sebuah kalimat singkat yang penuh tenaga, pemaknaan yang tidak egois, dan hanya bisa diucapkan oleh mereka yang telah ‘selesai’ dengan dirinya, yang tak lagi fokus meminta dan menerima dan memenuhi hasrat diri.

Lalu siapakah mereka yang telah ‘selesai’ dengan dirinya itu? Apakah mereka tak lagi mengurus dirinya sendiri? Pada segmen Educate (mendidik), seorang praktisi pendidikan yang menyandang gelar guru besar, Anita Lee (h. 61) mengingatkan, “Banyak orang yang ingin mengubah dunia, tapi lupa mengubah diri sendiri.” Jadi harus bagaimana? Learning by example, kata Anita Lee, menjadi orang yang ingin mengubah dunia tanpa melupakan mengubah dirinya sendiri.

Pin Sudirahati, seorang guru SLB yang didapuk menjadi community enterpreneurs versi British Council, menyebut learning by example ala Anita Lee dengan kata ‘teladan’. Mengapa keteladanan? “Kita tidak bisa mengubah mereka, kecuali dengan mengubah diri kita. Saat kita mampu memancarkan cahaya, mereka pun akan terselimuti oleh sinarnya.” Kata Pin Sudirahati (h. 65).

Pada segmen Empower (memberdayakan), Umi Haniek (h. 95) yang seorang Direktur Rumah Sakit Jiwa di Boyolali menggariskan dan memberi panduan bagi sesiapa yang ingin menjadi teladan dan memancarkan cahaya. Menurutnya, “Jika kita ingin menjadi wanita yang bersinar, lakukan sebuah perubahan.” Jadi kata kunci dari keteladanan itu adalah perubahan, mengubah diri sendiri, dan lalu mengubah orang lain, sekaligus.

Seturut dengan itu, seakan mengamini Umi Haniek agar kita bisa menjadi seseorang yang bersinar menjadi wanita yang menyinari, Luh Putu Upadisari (h. 97) yang seorang dokter di Badung, Bali mengingatkan, “Rawatlah diri, sebelum orang lain merawatmu. Memelihara dan mencintai diri sendiri –sama telatennya dengan memelihara dan mencintai kehidupan– adalah kosmetik terbaik sepanjang zaman.”

Masih begitu banyak untaian hikmah yang bisa dipetik dari buku ini, tapi tentu saja membutuhkan ketelatenan dan kesiapan menyisihan waktu untuk membaca dan lalu merenung, terutama bagi mereka sedang patah hati, hilang semangat, atau mager (malas gerak). Tak ada salahnya kita mencoba mengambil pelajaran dari apa yang menjadi buah refleksi dinamika hidup yang telah dijalani wanita-wanita inspiratif tersebut.

Seperti kata Shahnaz Haque (Duta Tupperware) pada bagian awal buku ini, ‘Jadi, apabila Anda mudah “patah”, bacalah buku ini. Dan hadiahkan kepada seseorang yang sedang membutuhkan kekuatan...” Maka resensi ini hadir sebagai hadiah bagi kita semua untuk saling mencerahkan, saling mendidikan, dan saling menguatkan.

Judul: 52 Kata-Kata motivasi Yang memberi Semangat dan Mencerahkan Hati Dari Wanita-Wanita Indonesia Berprestasi | Penulis: Eileen Rachman | Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama | Cetakan: Pertama, 2010 | Jumlah Halaman: 125 | ISBN: 978-979-22-6577-4

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama