Perihal Imbauan Yang (Mungkin) Silap


Masih subuh, mentari belum lagi beranjak, salah satu group WhatsApp sudah riuh dengan perbualan membahas kebijakan baru Pemerintah Kota Makassar yang dituangkan dalam Surat Edaran bernomor 551/337/S.Edar/BKPSDMD/IX/2022 dan ditandatangani Walikota Makassar pada 15 September 2022. Tajuknya, Himbauan Penggunaan Jasa Transportasi Online (Ojol) di Lingkup Pemerintah Kota Makassar.

Ulikan ini tak berpretensi memperkarakan kata “imbauan” yang disalahpahami sebagai “himbauan”. Meski sebetulnya, ini hal yang menarik untuk dibahas, betapa sebuah dokumen resmi pemerintahan menggunakan kata tak baku, bahkan menjadikannya judul dan dicetak tebal.

Uar-uar itu, pintasnya meminta segenap Pegawai Negeri Sipil, PPPK, Non Aparatur Sipil Negara (Laskar Pelangi), dan Pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) lingkup pemerintah Kota Makassar untuk menggunakan jasa transportasi online (Ojol) setiap hari Selasa dan membuktikannya dengan hasil swafoto yang menampakkan atribut pengemudi Ojolnya.

Pada edaran dimaksud, dijelaskan bahwa kebijakan soal pemakaian Ojol, dilambari oleh upaya Pemerintah Kota Makassar dalam mengendalikan inflasi dan pengurangan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebuah niat yang mulia, sebetulnya. Sebab pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, harga berbagai komoditas, terutama bahan kebutuhan pokok, ikut merangkak naik. Hal ini bisa memicu inflasi.

Namun bila ditelisik secara lebih cermat, maka imbauan ini menimbulkan syak dan sangka. Betulkah imbauan ini akan berimplikasi positif bagi pengendalian inflasi? Benarkah untuk mengurangi penggunaan BBM? Apakah tak ada maksud lain di balik itu? Bukannya kebijakan ini malah menguntungkan pengembang aplikasi penyedia jasa transportasi online?

Tengoklah butir pertama pada edaran itu, imbauan untuk mengunduh (edaran menggunakan kata mendownload) dan menginstal aplikasi penyedia jasa transportasi online (Ojol), di gawai (edaran menggunakan kata handphone) masing-masing. Alih-alih menekan laju inflasi dan mengurangi pemakaian BBM, tindak itu malah hanya memperkaya pemilik aplikasi. Bukankah bila sebuah aplikasi makin banyak digunakan, maka kian besar nilai kapitalisasi asetnya? Berapa besar platform fee yang masuk ke pundi-pundi mereka dari konsumen pengguna aplikasi?

Bahkan, dengan terpasangnya aplikasi tersebut, akan merangsang hasrat konsumtif dari pengguna aplikasi. Apalagi bila diamplifikasi dengan bujuk rayu rabat, pengguna aplikasi akan kian tergoda melakukan transaksi, sebab aplikasi tak hanya melayani jasa transportasi, tapi juga pemesanan barang dan terutama makanan, secara daring.

Butir kedua meminta pihak yang diimbau untuk menggunakan jasa Ojol setiap hari Selasa pada hari kerja. Lagi-lagi, transaksi ini kian menggelembungkan nilai aset pemilik aplikasi. Bagaimana tidak, biaya sewa aplikasi saat ini sebesar 20 persen. Maka peningkatan jumlah pengguna jasa dari pihak yang diimbau berbanding terbalik dengan penumpang umum yang justru menurun, sehingga belum berimplikasi besar pada stabilisasi pendapatan pengemudi Ojol.

Perubahan moda transportasi dari kendaraan pribadi menjadi menggunakan Ojol bagi mereka yang diimbau, juga sulit ditemukan korelasi positifnya dengan pengurangan pengunaan BBM. Mengapa? Sebab Ojol masuk dalam kategori transportasi abu-abu. Berfungsi seperti transportasi umum, tetap penggunaan jasanya bersifat privat.

Karena sifatnya privat, maka satu penumpang menggunakan satu kendaraan, tak jauh berbeda dengan penggunaan kendaraan pribadi. Tentu, kebijakan ini tidak akan berpengaruh besar bagi jumlah konsumsi BBM. Artinya, anjuran penggunaan Ojol untuk menekan pemakaian BBM menjadi kurang signifikan.

Bila dikaji secara lebih serius, untuk menunjang ekosistem Ojol, yang dibutuhkan bukan semata stabilitas jumlah penumpang, tapi pembagian pendapatan yang lebih berkeadilan. Seperti mengurangi sewa aplikasi yang selama ini ditanggung pengemudi, serta platform fee yang dibebankan ke konsumen.

Mengapa uar-uar tak menekankan penggunaan transportasi umum, seperti pete’-pete’? Bukankah pete’-pete’ bisa memuat lebih banyak orang? Bila 10 orang berhenti menggunakan kendaraan pribadinya, lalu beralih menggunakan pete’-pete’, tentu penghematan penggunaan BBM bisa dilakukan.

Bila alasannya adalah karena transportasi umum kita belum memadai, bukankah ini malah menjadi indikasi kekuranglihaian Pemerintah Kota dalam menata transportasi publik di Makassar? Bukankah pada tahun 2016, saat Danny Pomanto menjabat sebagai Walikota Makassar di periode pertamanya meluncurkan program transportasi bernama Pete’-Pete’ Smart.

Kala itu, Pete’-Pete’ Smart digadang-gadang sebagai transportasi publik yang mengedepankan kenyamanan dan layanan teknologi mumpuni untuk menunjang Makassar sebagai Smart City. Meski akhirnya tak banyak perkembangan berarti, Pete’-Pete’ Smart tetap menyimpan asa pada sebuah upaya menghadirkan transportasi publik yang layak di Kota Makassar.

Bahkan, Fatmawati Rusdi yang menjadi Wakil Walikota mendampingi Danny untuk periode kedua, dalam sebuah jejak digital di Detik bertarik 7 November 2020 pada sesi debat kandidat menegaskan, “SKRB (Surat Kelayakan Rancang Bangun) Pete’-Pete’ Smart itu sudah adajadi Insya Allah, tunggu ma, akan hadir transportasi publik yang nyaman di Kota Makassar untuk semuanya.”

Tapi sekali lagi, kembali kita harus menelan saliva, Pete’-Pete’ Smart masih jauh dari jangkauan. Bahkan pada jejak digital yang lebih anyar di Tribun Timur (06.10.2021), moda transportasi yang belum pernah kita nikmati itu, dirancang ulang oleh Danny Pomanto, “Kita akan bikin namanya Co’mo, itu adalah Pete’-Pete’ Smart yang pakai listrik, kita tidak lagi pakai bensin karena orang semua pake listrik.”

Bagaimana nasib Co’mo di tangan Danny Pomanto hari ini? Sudah setahun berlalu sejak rencana rancang ulang dikemukakan, bukannya peluncuran dan pemanfaatan yang disaksikan oleh publik Makassar. Sekelompok warga Makassar malah dianjurkan ‘membesarkan’ Ojol, sebuah moda transportasi yang secara habitus tidak sejalan dengan pete’-pete’.

Duhai segenap Pegawai Negeri Sipil, PPPK, Non Aparatur Sipil Negara (Laskar Pelangi), dan Pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) lingkup pemerintah Kota Makassar, sudahkah kalian mengunduh dan menginstal aplikasi penyedia jasa layanan Ojol di gawai anda? Besok hari Selasa, jangan lupa berswafoto dengan pengemudi Ojol, dan tampilkan jaket atau kartu pengenalnya, lalu kirimkan ke atasan langsung anda.

Mari penuhi imbauan Pemerintah Kota Makassar ini, semua demi kebaikan kita bersama. Bila pengguna Ojol meningkat, maka pengemudi Ojol akan punya penghasilan lebih untuk membayar sewa aplikasi dengan ikhlas, Inflasi bisa ditekan, penggunaan BBM bisa dikurangi, dan tentu saja nilai aset aplikasi penyedia jasa Ojol kian meningkat.

Mudah-mudahan, kita semua, terutama anda yang diimbau, dapat racci-racci’na. Toh kita sebagai pengguna jasa aplikasi, selalu bayar platform fee tanpa protes.

Tayang di MakassarBicara.Id 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama