[20.06.2014] Aku mencintaimu,
masih mencintaimu, dan akan terus berusaha mencintaimu. Aku ungkapkan ini
sebagai ungkapan rasa bahagia atas hadirmu dalam hidupku. Mungkin ada sebagian
orang akan mencibir bahwa ini ungkapan basi, tapi apa salah seorang suami
mengungkapkan perasaannya pada istrinya? Namun di atas semua itu, lebih pantas
kita bersyukur kepadaNya, Dia yang telah memberi kita segalanya, terutama
hidup, rasa cinta dan kebersamaan.
Sir Muhammad Iqbal pernah mengatakan, “Aku ragu ada dan
tiadaku. Tapi cinta mengumumkan aku ada!” Ungkapan merupakan sebuah pengakuan
akan betapa kuat, betapa hebat, dan betapa luar biasanya cinta. Namun lagi-lagi
betapa luar biasanya Dia, Dia yang telah menghadirkanmu 33 tahun yang lalu (20
Juni 1981), untukku, agar kau bisa mencintaiku, aku bisa menerima cintamu, dan
kita bersama meraih cintaNya.
Jujur, hidup menurutku tak berwarna, tapi hadirmu membuat
hidup menjadi berwarna-warni. Cintamu ibarat kesumba ajaib, menyepuh hidupku
menjadi merah, biru, kuning, bahkan ungu dan jingga. Lahirmu adalah anugerah,
meski kau tak seterang mentari, dan selembut rembulan. Kau adalah kunang-kunang
dengan kerlip mungil yang terus berpijar, mengukir nuansa di rembang petang,
selepas hujan.
Diriku adalah temaram cahaya yang senantiasa merindu kerlap
kunang-kunang. Pun aku bentangan rindu yang butuh suar untuk meniti jalan
pulang. Hadirmu menyuar asa yang melambung, memberi arah pada perjalanan
menempuh hidup ini. Di hari ulang tahunmu yang ke-33 ini, kunang-kunangku, aku
menulis ini untukmu. Entah ini puisi atau bukan, tapi kuharap engkau tahu,
hadirmu sangat berarti buatku. Selamat Ulang Tahun, Nona.
Tak ada yang lebih indah di bulan juni
bagiku, dibanding sitti wahyuni
istriku, dihalaunya sunyi-sepi
dan dihadirkannya harmoni
Tak ada yang lebih tabah di bulan juni
bagiku, dibanding sitti wahyuni
istriku, tetap tekun merajut asa
merenda cita dan cinta
Tak ada yang lebih arif di bulan juni
bagiku, dibanding sitti wahyuni
istriku, tak lelah mengeja rasa
memilih suka, memilah duka
Tags:
Istri