Kepemimpinan Yang Memberdayakan

[07.04.2014] “Kepemimpinan bukanlah soal kekuasaan. Kepemimpinan adalah soal memberikan kekuasaan kepada orang-orang di bawah Anda.”
--John C. Maxwell

Berbicara kepemimpinan, berarti berbicara organisasi. Mustahil membahas kepemimpinan sebagai sebuat sistem tanpa melibatkan banyak orang di dalamnya, sebab kepemipinan tidak hanya terkait dengan satu orang, melainkan hubungan antara banyak orang. Kepemimpinan terkait dengan pola relasi antara atasan dengan bawahan, antara manajer dengan staf, antara seorang pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya.

Dalam sebuah organisasi, terkadang ditemukan bahwa performance yang rendah diakibatkan oleh gaya kepemimpinan yang tidak tepat. Batapa banyak atasan yang mengedepankan logika kekuasaan dalam menjalankan organisasi, akibatnya, organisasi berjalan tersendat, penuh kekakuan, dan tersumbatnya kreativitas, serta tidak maksimalnya pengembangan potensi sumberdaya manusia organisasi.

Oleh karena hal itulah, pemikiran untuk mendorong model kepemimpinan yang memberdayakan, menjadi penting mendapatkan perhatian. Bagaimana seorang pemimpin lebih memberi ruang, bahkan mendorong mereka yan dipimpinnya untuk berbuat yang terbaik bagi organisasi. Seperti kata Becky Brodin, “Pemimpin tidak menggunakan otoritas tetapi memberdayakan orang.

Pemimpin yang memberdayakan adalah pemimpin yang mampu mengeksplorasi secara optimal potensi dirinya sebagai seorang pemimpin yang memiliki komitmen, mengarahkan orang yang dipimpin dengan visi yang jelas, memiliki kemampuan mendengar kebutuhan yang dipimpin dan bisa menjadi suri tauladan (uswah) yang baik. Seorang atasan yang memberdayakan adalah seorang pemimpin yang bercorak heart based leadership.

Kepemimpinan yang memberdayakan membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai kesiapan untuk menerima perbedaan dan memiliki kemampuan mentransformasi perbedaan itu menjadi kekayaan dan potensi kemajuan organisasi. Namun yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana seorang pemimpin menyadarkan orang-orang yang dipimpinnya terkait potensi yang mereka miliki.

Sebagai ilustrasi, kisah ini bisa membantu kita untuk lebih memahami tentang seperti apa kepemimpinan yang memberdayakan tersebut. Syahdan pada suatu hari, terjadilah kebakaran besar pada sebuah rumah, sementara itu, di dalam rumah tersebut terdapat satu orang gemuk yang tidur nyenyak dan tidak menyadari bahaya yang mengancam nyawanya. Beberapa orang telah berusaha meneriaki orang tersebut agar keluar, namun dia tak juga keluar.

Melihat kondisi kritis itu, maka seorang yang dituakan di kampung itu, melompat masuk ke rumah yang terbakar melalui jendela untuk menyelamatkan si gemuk. Ketika orang tersebut membopong tubuh si gemuk keluar melalui jendela yang sama, ternyata jendela tidak cukup lebar untuk menampung tubuh mereka berdua. Karenanya, orang tua itu mencoba mengelarkan si gemuk terlebih dahulu, itupun tak muat di jendela.

Olehnya itu, si orang tua membopong tubuh si gemuk ke arah pintu, ternyata pintupun tidak jauh beda dengan jendela, juga tidak mampu memuat tubuh mereka berdua, pun tubuh si gemuk seorang diri. Karena itu, si orang tua kembali ke dalam, meletakkan tubuh si gemuk kemudian dia berfikir bagaimana cara mengeluarkan si gemuk dari mara bahaya kebakaran yang mengancam nyawanya.

Pembaca sekalian, cerita tersebut sekedar analogi bagi sebuah tipe kepemimpinan. Kepemimpinan yang di gambarkan pada tipologi orang tua di atas adalah pemimpin yang yang hanya mengedepankan kekuasaan seperti yang dijabarkan oleh John C. Maxwell. Dia tipe pemimpin yang lebih peduli pada otoritasnya sebagai pemimpin dan tak punya kepedulian untuk memberdayakan bawahannya.

Seorang pemimpin tidak seharusnya memberikan solusi dan menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi, melainkan mengarahkan para bawahannya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Ketahuilah bahwa potensi kepemimpinan itu dimiliki oleh semua orang, tugas seorang pemimpin yang baik adalah menyadarkan para bawahannya untuk memimpin diri mereka dan menyelesaikan masalah mereka yang dihadapi.

Dalam kasus di atas, hal yang tepat untuk dilakukan oleh seorang pemimpin yang memberdayakan adalah membangunkan orang gemuk itu dan memberinya pilihan, mau menyelamatan dirinya ataukah tidak. Sebab kepemimpinan adalah soal pilihan pilihan, namun sebahagian kita sedang tidur sehingga tidak menyadarinya. Tugas atasanlah membangunkan para bawahan yang sedang tertidur.

Memiliki bawahan yang telah terbangun dan dapat mengelola dirinya sendiri dengan baik merupakan impinan dari kepemimpinan yang memberdayakan. Karena, bawahan yang sedemikian ini merupakan bawahan yang memiliki kemampuan untuk bekerja dengan inisiatif sendiri tanpa harus dibimbing secara terus-menerus oleh seorang atasan yang senantiasa mengawasi, mereka bekerja berdasarkan pada misi organisasi yang jelas, sehingga mereka dapat dapat menjalankan aktivitas organisasi secara maksimal.

Salah satu hal mendasar yang perlu dibangun dalam kepemimpinan yang memberdayakan adalah komunikasi terbuka antara atasan dengan bawahan. Komunikasi terbuka ini menjadi kanal yang memungkinkan agar segala hal dalam setiap aktivitas organisasi dapat didiskusikan. Komunikasi yang terbuka dan elegan hanya akan terbagun apabila ada kesalingpercayaan antara atasan dengan bawahan.

John C. Maxwell telah menfatwakan, “Sungguh mengagumkan ketika orang percaya kepada pemimpin; tetapi lebih mangagumkan ketika pemimpin percaya kepada bawahan!”. Ya, kesalingpercayaan akan terbangun apabila seorang pemimpin memberikan kepercayaan kepada bawahannya terlebih dahulu. Sebentuk kepercayaan yang tulus dari atasan akan mendorong terbentuknya kepercayaan bawahan kepada atasannya.

Kesalingpercayaan inilah yang akan membangun pola komunikasi yang terbuka dan produktif bagi performance organisasi. Nah, sudah siapkah anda untuk saling mempercayai dalam ketulusan? 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama