Kunikmati Gingsulmu yang Menawan

[09.08.2017] Ingin kuajak kau ke lepau, menawar penat dengan segelas teh manis hangat dan sepiring pisang goreng polos yang asapnya masih berkepul-kepul. Masih ingatkah? Saat kita pertama bersua di lepau belakang sekolah yang masih berupa lapak mungil dengan meja-meja imut tanpa taplak.

Aku mampir di sana karena bolos, memilih menghindar pertemuan dengan pelajaran fisika yang pengampunya punya tabiat menunjuk-nunjuk pelajar untuk menanggap soal latihan di papan tulis.

Sementara dirimu, terdampar di situ, tersebab ketiadaan pilihan tempat menuntaskan tempo dua jam pelajaran matematika. Empunya, tak sudi melihatmu lebih lama di dalam kelas tanpa buku pekerjaan rumah. Kau lupa membawanya.

Kala itu, kau memilih duduk di sudut kapak sebelah tenggara, berseberangan denganku yang teronggok di sebelah barat daya. Sudah sejam sejak kedatanganmu, kau belum memesan apapun. Kepalamu tertekuk dalam, sepasang tangan dengan  jemari mungil sibuk melipit ujung jilbab yang menjuntai di pangkuanmu.

Sementara aku, mulutku sibuk memamah butiran kacang tanah sangrai, di tengah ingatan pada guru fisika yang kurasa memusuhiku. Aku juga telah memesan segelas kopi hitam, pekat tanpa gula. Sayang, tak ada rokok di sini, padahal ingin sekali diriku menyedot rokok kawung, biar bisa kusesalkan dadaku yang berkabut.

Tak elok juga rasanya, aku terus mengunyah. Sedangkan kau benar-benar hanya menghabiskan waktu menanti pelajaran matematika berlalu. Aku tak tahan lagi, ingin kusapa, tapi enggan mengganggu diammu. Lagian kita bukanlah dua orang teman lama yang baru bersua.

Kita hanyalah dua orang pelajar SMA yang bertemu pada waktu dan tempat yang sama, meski dengan alasan yang berbeda.

Kuhampiri pemilik kedai, kupesankan kau segelas teh manis hangat dan sepiring pisang goreng polos. Kumasukkan tagihannya dalam daftar utangku. Tanpa sempat melirikmu lagi, aku berlalu mengejar angkot menuju pasar sentral, tempat di mana aku bisa mencari uang jajan dengan menjadi kuli.

Hari ini, kita bersua kembali, dalam ruang belajar bersama. Dirimu tak lagi pendiam seperti dulu, saat di lepau belakang sekolah. Kini, kau lebih sering tersenyum lebar, bahkan tertawa lepas, hingga bisa kunikmati gingsulmu yang menawan.

Sumber Gambar: Nomor2

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama