Kenangan Yang Kian Menua


Di rumah tua, ingin kukenang kecupmu yang sepat serupa salak, agar kau dan aku mengabadi dalam kenangan para pecinta kecut, rasa yang selalu dicaci, meski tak bisa dilupakan.

Bukankah, seiring dengan usia yang kian menua, aroma tubuh kita yang renta akan terasa kecut, buah dari keringat yang membasuh kulit yang juga makin keriput, dan tak lagi sempat dibilas dengan sempurna.

Menua bukan soal usia dan kesadaran, ia adalah perihal kesediaan untuk menerima takdir dengan hati lapang, sebab toh pada akhirnya tak ada yang bisa melawan arus waktu.

Ingatkah kau saat kita masih belia, dulu, perjumpaan kita serupa pertemuan sepasang kepodang di ranting kedondong. Bisa membaui aroma rambutmu yang diembus angin sore, sudah mengacaukan danau hatiku.

Tak pernah kita bermuka kecut dalam pisah, apalagi dalam jumpa. Senyum senantiasa terukir di bibir, meski jarak terentang menjadi penghalang bagi temu. Kita selalu percaya bahwa semua akan baik-baik saja bila menjaga rasa.

Aku suka mengibaratkan hubungan kita seperti pencarian Adam menelisik Hawa, menyusur keresahan panjang berteman hud-hud yang mendendangkan pilu rindu. Adam tetap mendaki puncak Arafah dengan senyum dikulum.

Tapi kau lebih menyukai rindu Khadijah yang diperam dalam malam-malam panjang beruntai doa liris mengantar penantian nan meriah pada ia, Muhammad yang menuntun kafilah beranjak pulang dari Syam ke Kota Cahaya, Makkah. 

Perjumpaan kita adalah sua yang meruah dalam rasa, meski sepi dari kata puja dan rayu mendayu. Sebab jumpa bukan perkara kita saling menyapa dengan berjuta aksara. Ia adalah percakapan jiwa lewat sorot mata dengan selaksa makna.

Seperti rumah tua, jiwa adalah pesanggrahan bagi mereka yang rindu pada kenangan silam, pada ingatan lampau, tentang kecupan sepintas, tentang jumpa yang enggan pisah, tentang kidung-kidung menenangkan rindu. Meski pada akhirnya, semua memudar, s daya ingat yang kian surut.

Di rumah tua, ingin kuingatkan padamu, tentang kecupmu yang kecut, seumpama salak. Agar meski memori melapuk dalam waktu, ingatan akan rasa sepat itu menjadi jangkar bagi pecahan kenangan yang kian susah diutuhkan kembali.

Kita menua, kenangan menua, ingatan menua, semua menua. Hanya waktu yang terus meremajakan diri, membawa kita melintasi waktu, tentang masa remaja, tentang kisah lama, hingga kita lupa dan lalu dilupakan.

Kafe Rumah Tua Wajo, 17.06.2023

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama