[30.12.2010] Natal sebagai peringatan kelahiran Yesus Kristus, Sang juru selamat dunia memang telah berlalu, tapi semangatnya tidak boleh pudar, semangat itu harus tetap dihati dan menjadi ruh hidup dan keseharian kita. Semangat itu adalah semangat kasih. Kasih untuk memberi warna ceria pada kehidupan mereka yang tersingkir dan terhempas. Kasih bagi mereka yang haknya terampas dan dimiskinkan.
Sekalipun natal hanya diperingati oleh kaum Nasrani, tapi semangat kasihnya tidak boleh hanya dinikmati oleh kaum Nasrani sendiri. Justru pada saat semangat kasih itu menjadi klaim kebenaran (truth claim) dan klaim keselamatan (salvation claim) menjadi ekslusif, maka pada saat itulah natal mengalami penyimpangan dan penyelewengan.
Bila natal kehilangan semangat kasihnya, maka natal bukan lagi natal tapi hanya sebatas ritual tanpa ruh, natal hanya menjadi seremoni. Padahal inspirasi natal adalah napak tilas kelahiran Sang juru selamat yang datang untuk menyelamatkan hidup umat manusia. “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam kelimpahan (Yohanes 10: 10b)”
Sebagaimana kelahiran pada umumnya, kelahiran Yesus juga disertai dengan derita, namun bukankah setiap kelahiran juga berarti harapan? Maka kelahiranYesus menjadi harapan dan sinar masa depan yang cemerlang bagi peradaban manusia. Tapi itu semua hanya bila natal tidak kehilangan kasih-Nya.
Sebagai seorang muslim saya mencoba memposisikan natal sebagai sebuah praktek keagamaan dalam konteks sosial. Natal selayaknya tidak dipandang dari sudut pandang yang melulu teologis, melainkan seharusnya kita mencoba memandangnya dari sudut pandang sosiologis bahkan humanis. Ini dimaksudkan karena bila natal dipandang dari sudut tologis, maka natal dan kasihnya menjadi hak ekslusif kaum Nasrani.
Dengan memandang natal dari sudut pandang sosiologis, maka yang dikedepankan adalah dimensi kemanusiaan yang bersifat universal. Ini berarti bahwa kasih natal adalah hak semua manusia. Sehingga dapat dipahami dan dihayati dengan baik bahwa Yesus sebagai juru selamat tidak hadir untuk menebar kasih hanya untuk kaum Nasrani, melainkan untuk semua umat manusia.
Olehnya itu, kasih natal selayaknya disebarluaskan kepada setiap diri manusia, tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama dan status sosial seseorang. Jangan sampai ada yang merasa bahwa Tuhan tidak lagi mau bersama mereka yang luka, miskin, kumuh dan dilanda kepahitan hidup.
Bila damai dan kasih natal dapat kita tularkan kepada setiap manusia, maka sungguh berarti firman Tuhan kepada manusia yang senantiasa dirundung duka dan kemalangan “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam kelimpahan (Yohanes 10: 10b)”. Semangat kasih dan damai Natal mengajari kita bahwa Tuhan selamanya akan berpihak dan menyertai orang-orang yang hidupnya luka, miskin, kumuh dan dilanda kepahitan. Semoga…
Tags:
Keagamaan
memandang agama dengan sikap yang terbuka .....unitarian universalism
BalasHapus