--Khrisna Pabichara
telah kusiapkan
walenreng’e, menjadi perahu
tumpanganmu di hulu saqdan.
ketika kapakmu, menjadi
tumpul tak berdaya.
kupoles walenreng’e menjadi
perahu perkasa.
berlayarlah Tenri Tappuq,
pelaut maha pelaut
seberangilah laut, juga maut.
bersamamu, sehelai
rambut, simpul jiwaku
menjadi pemandu
penuntun pelayaranmu
ke negeri yang jauh.
pun sepasang cincin gelang
sebagai tanda mata, dan
mahar buat pengantinmu, hai
La Pura Eloq.
senyap mengiring
langkahmu, petirpun
menyembunyikan gelegarnya.
Segan padamu, hai
Pamadeng Lette.
sunyi menyertai
lambaian tanganmu, menyeret
serta inginku menyatu, yang terbentur
sabda Batara Lattu’: “haram
hukumnya menikahi saudara!”
berangkatlah, dengan
amarah yang diperam, dan
rindu yang menggeram.
tak usah risau,
dirikulah ia, yang
siap melengkapi dirimu.
dia, pun menitis dari benih
batara guru, la togeq langiq.
mana helai rambut yang
kutitip dahulu, sebelum
bayangmu menghilang dari
ujung tangga istana luwu.
ukur-ukurkanlah, di rambutnya
tentu tak ada beda, sebab
rambutnya adalah rambutku
hatinya adalah jiwaku
dirinya adalah jelmaku
cintanya adalah rinduku
Rindu We Tenri Abeng kepadamu!
[24.02.2011] @Makassar
telah kusiapkan
walenreng’e, menjadi perahu
tumpanganmu di hulu saqdan.
ketika kapakmu, menjadi
tumpul tak berdaya.
kupoles walenreng’e menjadi
perahu perkasa.
berlayarlah Tenri Tappuq,
pelaut maha pelaut
seberangilah laut, juga maut.
bersamamu, sehelai
rambut, simpul jiwaku
menjadi pemandu
penuntun pelayaranmu
ke negeri yang jauh.
pun sepasang cincin gelang
sebagai tanda mata, dan
mahar buat pengantinmu, hai
La Pura Eloq.
senyap mengiring
langkahmu, petirpun
menyembunyikan gelegarnya.
Segan padamu, hai
Pamadeng Lette.
sunyi menyertai
lambaian tanganmu, menyeret
serta inginku menyatu, yang terbentur
sabda Batara Lattu’: “haram
hukumnya menikahi saudara!”
berangkatlah, dengan
amarah yang diperam, dan
rindu yang menggeram.
tak usah risau,
dirikulah ia, yang
siap melengkapi dirimu.
dia, pun menitis dari benih
batara guru, la togeq langiq.
mana helai rambut yang
kutitip dahulu, sebelum
bayangmu menghilang dari
ujung tangga istana luwu.
ukur-ukurkanlah, di rambutnya
tentu tak ada beda, sebab
rambutnya adalah rambutku
hatinya adalah jiwaku
dirinya adalah jelmaku
cintanya adalah rinduku
Rindu We Tenri Abeng kepadamu!
[24.02.2011] @Makassar
Tags:
Puisi