Berharap pada Kurikulum Tertib Lalu Lintas di Sekolah

[08.12.2011] Jarum jam masih menunjukkan pukul 06.30 wita., tapi saya harus beranjak meninggalkan rumah yang terletak di Kabupaten Takalar, menuju kantor di Jalan A. P. Pettarani Makassar, yang berjarak sekira 40 kilometer. Sebagai pegawai negeri sipil, saya harus hadir di kantor sebelum pukul 08.00 wita. agar tidak terlambat.

Perjalanan dari Takalar ke Makassar, harus melintasi wilayah Kabupaten Gowa. Sepagi itu, ruas jalan antara Takalar sampai di Limbung, salah satu kota Kecamatan di Kabupaten Gowa yang berjarak sekira 20 kilometer dari Makassar masih lengang. Tapi begitu memasuki wilayah Limbung, Sungguminasa, dan Makassar, ruas jalan menjadi demikian padat oleh kendaraan yang lalu-lalang, terutama kendaraan beroda dua.

Pengendara sepeda motor berseliweran di sepanjang jalan, terutama yang memakai seragam SMP dan SMA. Melihat pakaian yang mereka kenakan, saya bisa dipastikan bahwa mereka tidak mempunyai Surat Izin Mengemudi, karena setahu saya sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat 2a UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, untuk mendapatkan SIM C seseorang harus berumur minimal 17 tahun, berarti mereka kan belum cukup umur. 

Yang membuat saya makin miris dari pemandangan ini adalah, karena sebagian besar mereka tidak menggunakan helm dan tak sedikit yang berbocengan sampai tiga orang. Bahkan tak jarang mereka menyeberang seenaknya tanpa menyalakan lampu sein dan berhenti tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sedikitpun. Celakanya, kejadian ini berlangsung di depan mata kepala para petugas Polantas yang saban hari bertugas untuk mengatur lalu lintas.

Keadaan ini memang menjadi buah simalakama bagi para petugas Polantas, di satu sisi mereka berkewajiban untuk menegakkan aturan lalu lintas, namun di sisi lain mereka juga diperhadapkan pada kenyataan bahwa mereka, para pelajar itu dituntut untuk hadir di sekolah tepat waktu, dan mengendarai motor menjadi alternatif kendaraan yang bisa memenuhi tuntutan tersebut.

Terus-terang saja, saya terkadang merasa sangat terganggu dengan keadaan ini. Keselamatan saya merasa terancam dengan pelajar yang mengendarai motor dengan gaya semau gue. Bahkan dalam hati, saya juga seringkali memaki-maki petugas Polantas yang seperti acuh dengan tingkah pelajar-pelajar itu. Tapi kemudian saya juga tersadar, tentu petugas Polantas itu punya pertimbangan sehingga tidak megambil tindakan atas berbagai pelanggaran tersebut.

Tak jarang bahkan muncul niat untuk main hakim sendiri untuk menegakkan disiplin berlalu lintas apabila melihat petugas Polantas yang seakan tidak melakukan apa-apa atas pelanggaran yang senyatanya terjadi di hadapannya. Di benak saya muncul semacam aksi melakukan tindakan menegakan UU No. 22 Tahun 2009 terhadap pelajar-pelajar itu, sebab saya merasa seharusnya mereka lebih faham akan aturan daripada masyarakat umum.
Beruntung beberapa waktu terakhir ini, rasa jengkel saya terhadap para pengendara motor yang masih pelajar dan secara terang-terangan melanggar aturan berlalu lintas itu, sedikit terobati. Begitupun kekurang senangan saya pada petugas Polantas yang seakan tak bertindak apa-apa, bahkan terasa memberi kekebalan hukum kepada pelajar bengal itu, sudah mulai berkurang secara perlahan.

Semua ini karena ternyata, pihak kepolisian bukanlah tidak bertindak apa-apa, ternyata mereka lagi mempersiapkan sebuah tindakan yang lebih strategis dan sistemik. Mereka mempersiapkan sosialisasi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di kalangan pelajar melalui program Kurikulum Tertib Lalu Lintas. Bahkan kurikulum ini sudah mulai diaplikasikan di beberapa sekolah di tanah air.

Dengan menggandeng Kementerian Pendidikan Nasional dari pusat ke daerah, program Kurikulum Tertib Lalu Lintas menjadi sebuah ikhtiar cerdas dalam menanamkan sikap tertib lalu lintas sejak dini di kalangan pelajar. 

Selain itu, dalam konteks Makassar, di samping mendorong implementasi program Kurikulum Tertib Lalu Lintas, pihak Polantas juga bisa menerbitkan semacam SIM Khusus untuk pelajar, itupun berlaku ketika mereka menggunakan kendaraan dari dan ke sekolah, di luar kedua keperluan tersebut maka SIM Khususnya tidak berlaku. Tentu penerbitan SIM Khusus ini diterbitkan dengan aturan yang sangat ketat karena mereka belum cuup umur untuk mendapatkan SIM sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009.

Selain itu, pihak Polantas juga bisa melalukan pemilihan pelajar pengendara teladan tiap bulan. Tentu saja yang bisa ikut dalam kontes ini adalah mereka yang telam mengantong SIM Khusus tadi. Penilaiannya diserahkan kepada para petugas Polantas yang betugas saban hari di jalan raya tanpa sepengetahuan si pengendara, sehingga hasilnya lebih jujur dan tanpa rekayasa. 

Mereka yang terpilih dalam kontes ini kemudian dijadikan Duta Tertib Lalu Lintas di kalangan pelajar setiap bulannya. Duta ini dilibatkan secara aktif dalam implementasi program Kurikulum Tertib Lalu Lintas dengan mendatangkan mereka ke sekolah-sekolah untuk melakukan sosialisasi tertib lalu lintas. Ikhtiar ini merupakan upaya membangun keasadaran tertib lalu lintas dari pelajar oleh pelajar dan untuk pelajar melalui pendidikan Tertib Lalu Lintas. Semoga.

Ilustrasi dipinjam dari http://padang-today.com/?mod=berita&today=detil&id=12354

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama