[10/11/2013]
Hari ini adalah hari yang monumental bagi bangsa dan rakyat Indonesia, 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan. Namun, tulisan pendek ini
tidak akan berkisah tentang kepahlawanan, tulisan ini aku buat untuk
mengisahkan kisah kecil dari anak pertamaku, Qonitah Wafiyah Tenri Bilang (lahir
09 Desember 2008) yang lebih sering kami sapa, Cinta.
Seiring
dengan makin intensnya kami menginap di Makassar daripada di Takalar, maka
Cinta pun ikut-ikutan memindahkan aktivitas rutinnya ke Makassar, termasuk
aktivitasnya di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Cinta pindah sekolah dari Raudatul
Athfal (RA) Andika Arrahman Takalar ke RA Jamiatul Khaer Makassar.
Pindah
sekolah bukan hanya berarti pindah lokasi aktivitas, banyak hal yang ikut
berubah, teman sekolah, kawan bermain, sampai tempat bersenda gurau pun ikut
berubah. Namun di antara semua hal baru dan berbeda itu, yang paling drastis
perbedaannya adalah seragam sekolah.
Cinta memanjat pagar Lapangan Makkatang Kr. Sibali Takalar seusai ikut jalan santai |
Di
hari pertama masuk sekolah, Mamanya sudah berbicara ke ibu guru di RA Jamiatul
Khaer bahwa seragam sekolah Cinta harus model baju muslimah yang menutup aurat,
sekolah mengizinkan dan akan menyiapkan seragam khusus untuk Cinta. Untuk
sementara, Cinta dibolehkan mengenakan seragam lamanya ke sekolah yang baru.
Cinta ikut karnaval dalam rangka Hari Kemerdekaan RI |
Dipadu
dengan baju kaus dalam lengan panjang, dilengkapi dengan jilbab, jadilah
seragam itu menjadi seragam yang pas buat Cinta. Hari-hari berikutnya Cinta
jalani dengan cerita, dia berangkat ke sekolah dengan seragam yang sama dengan
teman-temannya, dan pada saat yang sama, dia bisa tetap menutup aurat.
Setelah
sebulan berlalu, persoalan baru muncul, dan ini yang membuat lebih
membingungkan. Cinta mempertanyakan, kenapa cuma dia yang mengenakan jilbab ke
sekolah. “Mama, kenapa sayaji yang pake’ jilbab ke sekolah, teman-temanku
tidakji.” Tanya Cinta suatu pagi ketika mamanya sibuk membantunya mengenakan
seragam.
Cinta di Hotel Wisata Galesong |
“Ooooo
agar rambutku’ tidak kelihatan, Mama? Kenapa tidak boleh kelihatan rambut, Mama?”
Tanya Cinta lagi.
“Cinta,
kan perempuan, bagi perempuan, rambut itu termasuk aurat, Nak.”
“Apa
itu aurak, Mama?”
“Aurat,
Nak.”
“Oooo
iyye’, aurat, hehehehe....”
“Aurat
itu, bagian tubuh yang dilarang Tuhan untuk diperlihatkan kepada orang lain,
kecuali muhrim, Nak.” Mamanya mulai kesulitan untuk menemukan penjelasan yang
pas untuk anak seumuran Cinta.
“Marah
Alloh, Mama? Marah Allah kalau dikasi’ liat auratta’?”
“Iyye’,
Nak.”
“Oooo....
begitu....”
Setelah
itu, Cinta sibuk memperhatikan dandanannya, tak lupa dia mengisi tasnya dengan nasi
goreng, sebotol air putih, serta dua poting coklat. Mamanya menarik nafas lega
karena Cinta tak memunculkan pertanyaan baru. Aku yang mendapatkan cerita ini
dari mamanya juga khawatir bila kemudian Cinta bertanya, “Jadi, teman-temanku
dimarahi Alloh, Mama?” aku pun tak tahu harus menjawab apabila suatu hari,
Cinta menanyakan ini.
Cinta di Hotel Wisata Galesong |
“Mamaaaaa,
ada tamuuuu....!”
“Tunggu
duluuuu, mamaku belum pake jilbaaab...!”
Tags:
Cinta