[05.11.2014]
12
Juni 2002
Sekarang
ini aku bahagia sekali, aku mulai ikut pengajian pada kelompok kajian yang di
bina oleh kak Aisyah, yang selama ini memang menjadi idamanku sejak awal
kuliah. Terima kasih ya Allah, telah kau berikan hidayahmu padaku.
Beruntung
aku bisa bergabung dalam kelompok pengajian ini. Aku bisa lebih memahami
hakekat kehidupan, fitrahku sebagai seorang perempuan. Namun yang paling
surprise, mulai sekarang aku memakai pakaian islami dan belajar tentang tata
cara menutup aurat yang baik, aku sudah pakai jilbab. Batapa bahagianya hatiku
kini.
27
Juli 2002
“Ukhti
fillah yang dirahmati Allah SWT, berjuang di jalan Allah atau yang sering di
kenal dengan istilah jihad, merupakan kewajiban bagi kita semua sebagai seorang
muslim. Berjuang mempertahankan agama Allah ini merupakan pekerjaan yang sangat
mulia”
Dengan
suaranya yang lembut, namun penuh kepercayaan diri, kak Aisyah memulai
pembahasannya tentang Urgensi Jihad dan Dakwah. Aku jadi bersemangat dan makin
teguh berpegang pada agama Islam ini.
“Keteguhan
kita untuk tetap mempertahankan pakaian yang menutup aurat dengan sempurna di
tengah budaya pergaulan yang sangat jahiliyah hari ini, itu sudah merupakan
jihad yang sangat besar di mata Allah SWT, belum lagi tekanan keluarga kita yang
mungkin belum mendapatkan sinaran hidayah Allah dan belum memahami pilihan
hidup yang kita jalani”.
Aku
menangis mengingat keluargaku yang masih awam dalam hal ini, berilah mereka
hidayah-Mu, ya Allah. Sungguh betapa indah ajaran yang kau turunkan kepada
hamba-Mu. Insya Allah, aku akan makin teguh mempertahankan hijab ini ya Allah.
Berilah kekuatan kepadaku agar dapat istiqamah di jalan-Mu.
4
November 2002
Hari
ini, pengajian tidak diadakan, menurut ukhti Fatiyah, kami akan menghadiri walimatul urusy kak Aisyah. Wah alhamdulillah, kak Aisyah
menikah padahal beliau baru berusia 22 tahun, kuliah belum lagi selesai.
Menurut ukhti Fatiyah, kak Aisyah menikah dengan kak Muhaimin, pembina kelompok
kajian ikhwan.
Di
tempat acara aku sempat linglung juga, meskipun sudah pernah dengar, tapi ikut
acara walimahan seperti ini baru sekarang. Acaranya begitu sederhana dan
bersahaja, namun yang mengagetkan saya, tamu ikhwan dan akhwat dipisah dengan
pembatas yang mencegah terjadinya ikhtilat di antara para tamu. Sungguh sebuah
tata cara pernikahan yang sesuai syariat.
Kak
Aisyah begitu anggun dengan menggunakan jilbab putih bersih dengan renda merah
jambu, tanpa polesan muka berlebih dan hiasan yang tidak perlu. Air muka kak
Aisyah begitu berseri memasuki hari bahagianya, sungguh muka itu bercahaya.
Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian.
29
November 2002
Pengajian
kami tadi sore dibawakan oleh kak Muhaimin, suami kak Aisyah. Pembahasannya
tentang pernikahan. Kak Muhaimin menjelaskan tema ini dengan begitu lugas dan
tuntas membuat kami betul-betul puas dan mengerti akan pembahasannya.
“Menyegerakan
nikah akan mendatangkan sakinah, ketentraman jiwa. Sakinah akan datang dalam
hadir dalam pernikahan yang penuh barakah. Bila Allah telah melimpahkan
barakah-Nya ke atas sebuah keluarga maka kita akan mendapati keluarga itu
diliputi oleh mawaddah wa rahmah, ketulusan cinta dan kasih sayang”.
“Ketahuilah
wahai ukhti fillah, menurut rasulullah, tiga kunci kebahagiaan ada tiga, salah
satunya adalah istri shalehah yang jika dipandang membuatmu makin sayang dan
jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatanmu, dirinya
dan hartamu.”
Ya
Allah sungguh berat beban yang kau titipkan pada makhluk-Mu yang lemah ini.
Pantaslah rasul-Mu mengatakan bahwa “An nisa’u imadul bilad, fa in fasadat
fasadat al bilad, fa in saluhat saluhat al bilad”. Sungguh mulia amanah
yang kau titipkan pada kami kaum perempuan.
15 Januari 2003
Aku ulang tahun hari ini, artinya aku
sudah berumur 23 tahun. Aku sudah semakin dewasa, pengajian tetap jalan
sebagaimana biasanya. Namun pembinanya sudah ganti. Kak Aisyah harus ikut
suaminya ke daerah lain untuk mengembangkan dakwah Islam di sana. Sebagian
teman sepengajian sudah selesai dan menikah.
Hubungan dengan mereka aku lakukan
melalui telepon atau surat pos. Sungguh aku rindu dan terkenang kembali tentang
kebersamaan dengan mereka semua. Ya Allah tetaplah persatukan hati-hati kami
dalam persaudaraan Islam yang engkau ridhoi.
10
April 2003
“Ada surat untukmu, ibu letakkan di
atas meja di kamar tidurmu,” seru ibuku ketika aku baru pulang dari kampus
untuk mengurus legalisisasi ijazah. Sudah hampir dua bulan aku diwisuda dan
memperoleh gelar kesarjanaan. Aku melangkah cepat ke kamar dengan hati bertanya
tanya tentang asal surat tersebut.
Ternyata sebuah surat dari kak Aisyah
di Kalimantan. Isinya menceritakan tentang suka dukanya selama berdakwah di
Kalimantan bersama sang suami tercinta. Yang paling membahagiakan dan menjadi
penghibur mereka adalah mereka sudah memiliki seorang mujahidah cilik yang di
berinya nama Syarifah. Betapa bahagianya mereka kini, aku dapat merasakan
kebahagiaan itu.
Tapi ada satu paragraf dalam surat
tersebut yang membuatku terperangah “Kamu sudah selesai kuliah kan? Gimana
proyek masa depan, belum ada rencana menikah ukhti? Umur terus berjalan loh,
kakak do’ain semoga dapat jodoh yang shaleh. Kalau udah dapat, hubungi kakak
ya?”
Ah, kak Aisyah betul-betul perhatian
sama aku, sudah berpisah demikian jauh masih tetap mengingatku. Semoga Allah
senantiasa memberkahimu kak. Tapi kok mengingatkan aku tentang menikah, aku
saja belum berpikir ke arah sana. Entahlah kalau nanti . . . . .
17
Juni 2003
Kemarin Fatiyah melaksanakan walimah
pernikahannya, semua teman-teman pengajian hadir, bahkan ada yang sudah
membopong buah hati mereka. Kak Aisyah saja menyempatkan hadir dengan Syarifah
yang manis. Hati ini tersentuh, kenapa ya? Aku belum menikah juga, sementara
hampir semua teman pengajian dan seumuran sudah pada menikah.
Bahkan mungkin tinggal aku saja yang
belum berkeluarga. Tapi mau bagaimana lagi, belum ada ikhwan yang mengkhitbah,
mau menikah dengan siapa? Bulan lalu sih sempat ada seorang pemuda yang datang
ke rumah, putra kenalan lama ayahku dari Pekalongan, tapi aku menolak dengan
halus.
Harus bagaimana lagi, pemuda itu kalau
dari tampang sih lumayan, kemandirian ekonomi juga tidak perlu dipertanyakan,
namun budaya dan kebiasaan hidupnya sangat jauh dari gambaran tentang pemuda
harapan agama yang selama ini kami idealisasi dan kami harapkan mampu
membimbing kami menuju ridha Allah.
22
Desember 2003
“Kenapa sih para ikhwan sangat egois
dan hanya memikirkan diri sendiri? Sesungguhnya apa yang menghalangi mereka
mengkhitbah seorang akhwat untuk dijadikannya sebagai pendamping
perjuangannya?” Kak Aisyah bertanya kepada kak Muhaimin dengan mata
berkaca-kaca ketika tadi sore aku mengadukan kegelisahan dan kekhawatiranku
terhadap orang tuaku yang mungkin saja akan memaksa aku menikah dengan
laki-laki yang kurang baik agamanya.
Dengan santun kak Muhaimin mengatakan,
“Betul, kata-katamu sungguh benar adikku, rasulullah saja pernah bersabda apa
yang menghalangi seorang mukmin untuk mempersunting istri, sesungguhnya ada
banyak kekhawatiran yang menghambat munculnya keberanian itu, mulai dari
kekhawatiran tentang mahar yang memberatkan, proses yang dipersulit sampai pada
syarat-syarat pernikahan yang diajukan keluarga akhwat yang sebenarnya tidak
begitu prinsipil”.
“Kalau ternyata sang akhwat sudah siap
dan mampu menghindar dari hal-hal yang dikhawatiri para ikhwan tersebut, maka
akhwat tersebut tidak perlu khawatir, insya Allah, jodoh itu di tangan Yang
Maha Mengetahui perasan hamba-Nya. Kalaupun lamaran itu belum kunjung tiba,
wanita yang ingin menjaga kesucian diri dan agamanya boleh menawarkan diri,
tentunya dengan cara-cara yang berakhlak, karena sesungguhnya sikap menawarkan
diri menunjukkan ketinggian akhlak dan kesungguhan untuk mensucikan diri”. Kak
Muhaimin mengakhiri tausyiahnya.
Ya Allah mampukan aku menjadi seperti
Khadijah bin Khuwailid ketika mengatakan kepada Muhammad SAW, “Wahai Muhammad,
aku senang kepadamu karena kekerabatanmu dengan aku, kemuliaanmu dan pengaruhmu
di tengah-tengah kaummu, sifat amanahmu di mata mereka, kebagusan akhlakmu, dan
kejujuran bicaramu”. Insya Allah, azzamku akan terwujud lancar.
12 Juni 2002
Tags:
Cerita Pendek