13. Pukulan Balik Bau Ikan

Pernah merasa bahwa baju yang kau kenakan mengeluarkan aroma tak enak, serupa bau gulai ikan menjelang basi –selanjutnya disingkat BGIMB? Begitulah bau bajuku malam ini aku rasa. Celakanya, perasaan bau itu baru muncul sesaat setelah aku mengangkat takbir untuk memulai salat tahiat al masjid. Rasa khusyuk yang coba kubangun saat menyeru nama Allah dengan suara tegas tertahan, buyar akibat aroma yang menusuk hidung.

Sepanjang salat, mataku jelalatan melirik ke kanan dan kiri melihat reaksi jamaah yang berdiri di sisiku, aku takut mereka mengeluarkan ekspresi tak sedap. Bukannya meresapi penggalan-penggalan ayat al Quran yang kulafalkan dalam salat, aku malah sibuk mengenang sebuah hadis nabi yang melarang seseorang untuk mendekati masjid bila pada dirinya ada bau tak enak.

Kalau tak salah, begini bunyi hadisnya, “Barangsiapa yang memakan biji-bijian ini, yakni bawang putih –suatu kali beliau mengatakan ‘Barangsiapa yang memakan bawang merah, bawang putih dan kurrats (sejenis daun bawang), maka janganlah ia mendekati masjid kami, sebab malaikat merasa terganggu dengan hal (bau) yang membuat manusia terganggu.”

Sebagian besar ulama menyepahami bahwa –berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini– bau yang menyengat dan menimbulkan suasana tidak nyaman merupakan salah satu uzur yang memungkinkan seseorang untuk mungkir dari salat berjamaah. Bahkan ada yang meyakini bahwa wajib hukumnya menghindari salat berjamah di saat seperti itu.

Begitu salatku tuntas dengan salam, segera aku membaui bagian lengan baju, terutama di bagian ketiak. Tak ada aroma aneh dari wilayah ketiak, berarti ini memang BGIMB yang telah menempel di serat kain baju yang aku kenakan. Tak salah, sebab ketika kuseka rambutku, lalu kucoba mencium jemariku, baunya sama, bukan sekadar apek, lebih dari itu.

Astagfirullah, aku berseru tertahan. Ingatanku melayang ke peristiwa subuh tadi. Saat aku berjalan ke masjid, aku mencium BGIMB yang kucurigai menguar dari tubuh seorang jamaah yang berjalan sekira dua puluh meter di depanku. Sepanjang jalan aku berusaha menjaga jarak, sebab secara pribadi, aku memang kurang suka dengan bau gulai ikan.

Bahkan waktu sepanjang di dalam masjid, bau itu masih juga tercium olehku, dan mataku tak lelah memandang ke arah jamaah yang kucurigai sebagai sumber aroma. Namun lucunya, sepertinya cuma aku seorang yang resah denganBGIMB itu. Atau jangan-jangan mereka tak mencium apa-apa? Lalu ada apa dengan hidungku? Karena penasaran, di perjalanan pulang, aku memangkas jarak dari orang itu.

Sambil berusaha untuk menarik nafas seperlunya, aku mendekat sekira lima hingga tujuh meter di belakangnya. Lalu kesimpulanku, bau itu bersumber dari dia, jamaah itu. Aku menyurutkan langkah ke jarak aman, kuambil nafas panjang dan bergumam dalam hati, “Harusnya jangan ke masjid kalau bau begitu. Apa dia tak sadar bila bau itu mengganggu orang lain?”

Apakah dia tak tahu kalau bau bawang yang disebut dalam hadis Muslim, oleh al Maziriy menjelaskannya dengan mengqiyaskan bau keringat, bau-bau karena pekerjaan dan sebagainya dengan bau bawang. Katanya, “Para ulama fikih menyamakannya dengan bau para pekerja pabrik seperti tukang giling daging dan tukang ikan.”

Hingga kami berselisih jalan, aku masih saja menyesalkan keberanian jamaah tadi untuk ke masjid dalam kondisi badan BGIMB. Bahkan tak sempat pula aku memohon maaf karena telah memberinya cap negatif. Padahal, jamaah lain di masjid tadi, tak ada yang menunjukkan gelagat ketergangguan akibat bau itu. Aku khawatir telah memfitnah jamaah itu, meski cuma dalam hati.

Maka ketika malam ini aku merasa terganggu oleh BGIMB yang berasal dari baju dan rambutku sendiri, aku merasa mendapat tamparan keras. Ini peringatan... Ini teguran... Ini hukuman... aku membatin. Faktanya, tak ada orang yang merasa terganggu dengan hadirku, berarti cuma aku yang merasai bau itu. Aku telah salah menuduh orang lain.

Begitu doa witir berakhir dan jamaah bubar, segera aku beranjak untuk menjadi yang terdepan berada di luar, tepat di seberang jalan depan pintu masjid. Tujuanku sederhana, menunggu jamaah yang telah kucurigai secara semena-mena sebagai penyebar BGIMB. Aku harus mengakui pikiran-pikiran negatifkuk tentangnya, lalu aku harus mendapatkan relanya melalui permintaan maaf.

Namun sayang, hingga jamaah terakhir berlalu, orang yang kunanti tak jua nampak di pelupuk. Selain pada orang itu, aku juga merasa kalau ini pukulan balik yang telak dari bau ikan, aku telah menuduhnya menjadi penyebab aku tak khusyuk salat subuh, tadi. Dengan gontai aku melangkah menuju rumah, mulutku tak henti melantun zikir.

Asyhadu an laa ilaaha illaLlaah
Wa nastagfirullaah
Nas aluka ridhooka wal jannah
Wa nauudzu bika min sakhotika wan naar

Allahumma innaka afuwwun kariim
Tuhibbul afwa fa’fuannaa ya rahiim


13 ramadan 1439 H / 28 Mei 2018 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama