Tas Tote: Fungsionalitas, Fashion, dan Fikrah


Sejak awal Desember 2022, beberapa kali aku menggunakan tas tote saat ke kantor. Keintimanku dengan tas tote kembali terbina saat iseng mampir ke stan seorang kawan di lokasi pameran sebagai rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2022.

Selasa bertarikh 6 Desember 2022, kala itu, hari sudah meninggalkan siang. Pelataran belakang, tepatnya di atas kantin kompleks Gedung Sate Bandung, bangunan bersejarah yang menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat, basah oleh gerimis berkepanjangan. Stan-stan sudah mulai sepi, sebentar lagi kegiatan akan usai.

Di tengah cengkerama pada stan Kemenag Jabar, terdengar suara heboh dari stan sebelah, milik PT. Kereta Api Indonesia. Rupanya ada kuis secara daring. Iseng saja aku ikut. Setelah bergabung, kita diminta menjawab 10 pertanyaan, seputar korupsi dan teknis perkeretaapian.

Tak dinyana, semua pertanyaan kujawab sempurna, aku berhak dapat hadiah, pilihannya antara diska lepas kapasitas 16 GB atau tas tote. Aku pilih tas tote. Tas yang lebih tenar dengan nama tas bahu atau tas jinjing itu, menarik bagiku, karena di sana tertera motif Hakordia 2022 dengan warna-warni cerah.

Tas Tote Melintas Zaman

Mencuplik artikel berjudul Fashion Archives: A Look at The History of The Tote BagFashion Archives: A Look at The History of The Tote Bag dari Start Up Fashion, yang tayang pada 15 Juni 2017, diketahui bahwa istilah “tote” sudah digunakan pada abad 17, meski kala itu, penggunaannya tidak spesifik mengacu pada jenis tas, tetapi sebagai kata kerja, “to tote”.

Artikel tersebut menegaskan kemunculan tas tote dengan mengacu pada “to tote” pada Abad ke-17 itu, dimaknai sebagai kegiatan mengangkut berbagai bendar dengan memanfaatkan wadah seperti tas yang dijinjing di tangan. Inilah yang kemudian belakangan dikenal sebagai tas tote.

Oleh Start Up Fashion, kemunculan tas tote secara resmi sebagai sejenis model tas, diklaim bermula di Amerika Serikat pada tahun 1940-an. Adalah merek L.L. Bean yang pertama kali mengenalkannya dengan nama ‘Ice Bag’ pada 1944. Ice Bag itu berbentuk kotak yang terbuat dari kain kanvas tebal. Seperti namanya, awalnya digunakan mengangkut es dari mobil ke freezer.

Meski awalnya berfungsi terbatas, tetapi karena kualitas bahannya yang kokoh, dan bisa digunakan membawa berbagai jenis dan karakter barang, tas tote menjadi tenar. Perlahan, kehadiran tas tote tak hanya digunakan karena fungsinya, tetapi sudah menjadi artefak fashion (mode).

Menyadari fenomena itu, di era 1960-an, dengan jeli L.L. Bean mulai berinovasi dan memodifikasi tampilan tas tote produksinya. Mereka mulai menambahkan desain warna pada bagian bawah tas dan bagian tali penjinjing dengan paduan warna yang ceria. Pasca itu, tas tote kian populer dan produksinya tak lagi menjadi monopoli L.L. Bean.

Popularitas tas tote merangsang perusahaan barang-barang branded, Hermes meluncurkan tas tote versi mereka dengan nama Tas Birkin pada era 1980-an. Nama Tas Birkin ini punya hikayatnya sendiri. Syahdan, dalam sebuah penerbangan di tahun 1981, penyanyi Jane Birkin duduk bersisian dengan Jean-Louis Dumas, pengelola Hermes.

Dalam perjalanan tersebut, terjadi insiden, secara tidak sengaja Birkin menumpahkan isi tasnya. Kejadian itu menginspirasi Dumas untuk memprodukai tas yang memungkinkan para wanita membawa banyak barang dalam sebuah tas. Lahirlah Tas Birkin, yang melejitkan tas tote berharga ribuan dolar dan hanya dijual secara eksklusif kepada segelintir orang elit.

Hingga hari ini, tas tote sudah digunakan secara masif oleh masyarakat, dengan model yang lebih variatif dan inovatif. Selain karena penggunaannya secara fungsional, tas tote sudah menjadi artefak fashion. Bahkan, sebagian kalangan telah memanfaatkan tas tote sebagai sarana kampanye.

Ada Fikrah Di Motif Tas Tote

Setidaknya, ada beberapa argumen yang melatari mengapa tas tote ini bisa menjadi tas sejuta umat. Alasan pertama adalah karena tas tote begitu simpel. Kesimpelan tas tote tak hanya dari bentuk, ukuran, dan variasinya, tetapi juga pada kemudahan membawanya. Kita tinggal menyampaikan di bahu, atau kita membawanya dengan menjinjingnya di salah satu tangan.

Meski simpel, tas tote berhasil mempertahankan karakternya sebagai tas yang elegan dan kasual, sehingga memungkinkan untuk digunakan pada berbagai kesempatan dan dipadu-padankan dengan pakaian yang dikenakan, baik pakaian santai, maupun pakaian kerja.

Nah, yang paling berkesan adalah karena tas tote kekinian, telah dihiasi dengan motif dan dekorasi yang tak hanya menonjolkan sisi estetik, tetapi juga sampai pada hadirnya gambar imut semacam logo dan atau simbol, quote dari tokoh maupun petikan dari kitab suci atau kata-kata hikmah.

Secara pribadi, aku memilih menggunakan tas tote sebagai sarana membawa pernak-pernik peralatan kantor, tak semata karena alasan praktis, atau pertimbangan fashionable. Lebih dari itu, tas tote bisa menjadi sarana mewakili ide dan pikiran-pikiranku. Lebih jauh, pemanfaatan tas tote juga bisa menjadi langkah kecil dalam mengurangi tas plastik.

Tapi bila mengacu ke kejadian saya aku ditawari hadiah kuis antara akan mengambil tas tote ataukah diska lepas 16 GB, maka tak ragu aku memilih tas tote. Tas tote yang disodorkan sebagai hadiah merepresentasikan kesadaran antikorupsi yang kental, dan aku sepakat dengan itu itu.

Dengan ditambahkannya motif yang berisi quote atau simbol tertentu secara spesifik, tas tote telah bermetamorfosis menjadi sarana menyampaikan ide yang khas, pemikiran tertentu, fikrah, bahkan ideologi. Maka kehadirannya di bahu, atau dijinjing, mewakili isi kepala penggunanya, dan juga mungkin pembuatnya.

Karena sifatnya yang mewakili fikrah tertentu, maka tas tote juga kian memperkaya alasan kita untuk mengoleksinya. Di antara beberapa tas Tote yang biasa kugunakan, selain yang tema antikorupsi, juga ada yang motifnya tentang Merajut Indonesia sebagai dukungan pada ikhtiar digitalisasi aksara Nusantara.

Tak segan, ke mana-mana aku selalu membawa minimal satu tas tote, termasuk bila ada perjalanan ke luar kota. Biasanya, tas tote kugunakan untuk membawa beberapa buku yang bisa kubaca di sela-sela pekerjaan atau jeda menanti suatu urusan, juga kupakai saat berbelanja di pasar swalayan kecil. Tentu saja sambil memamerkan motif dan quote gahar yang tertera.

Bagaimana dengan kamu?

Tayang juga di: BengkelNarasi.Com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama