Menuju e-Procurement

[21.02.2010] Alfin Toffler seorang futurolog pernah mengungkapkan bahwa pada saat ini dunia telah memasuki gelombang ketiga –the third wave. Menurut Toffler, ketiga gelombang peradaban manusia adalah gelombang pertanian sebagai gelombang pertama, disusul kemudian gelombang industri lalu muncullah gelombang informasi sebagai gelobang ketiga.

Dalam gelombang pertanian, sentrum kehidupan manusia adalah pada penguasaan terhadap sarana dan prasarana pertanian sehingga pada gelombang peradaban pertanian yang pertama ini, tuan tanahlah yang menjadi penguasa peradaban.

Memasuki gelombang kedua, terjadi pergeseran terhadap sentrum kehidupan manusia. Gelombang industri menghukumkan bahwa siapa yang menguasai faktor-faktor produksilah yang menjadi pemimpin peradaban. Disinilah era tuan tanah digantikan oleh para pemodal.

Di penghujung abad ini, gelombang industri tergerus oleh gelombang ketiga, gelombang informasi. Kepemimpinan peradaban berada di tangan orang-orang yang menguasai akses terhadap jaringan informasi global. Pembicaraan tentang e-government secara luas, dan e-procurement secara khusus bermuara pada gelombag ketiga ini.

Munculnnya gelombang ketiga sebagaimana disinyalir oleh Toffler diatas tidak lepas dari demikian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi diakhir era industrialisasi. Setidaknya ada tiga fase perkembangan peran teknologi informasi dan komunikasi yang bisa dijelaskan sebagai berikut :

Fase pertama, teknologi informasi dan komunikasi berposisi sebagai support system. Pada fase ini, teknologi informasi dan komunikasi berperan sebagai pendukung jalannya organisasi dan automatisasi dari back office sebuah organisasi, ini berarti bahwa teknologi informasi dan komunikasi sebagai menjadi sekedar pelengkap suatu keputusan.

Fase kedua, dalam fase ini teknologi informasi dan komunikasi berfungsi sebagai penggerak suatu organisasi, ini berarti bahwa teknologi informasi dan komunikasi menjadi kekuatan utama untuk jalannya organisasi. Inilah yang disebut enabler system, dimana kelumpuhan teknologi informasi dan komunikasi dapat membuat organisasi tidak berfungsi.

Fase ketiga, perkembangan peran teknologi informasi dan komunikasi telah mencapai puncaknya dengan menempatkan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sebagai penentu arah transformasi organisasi. Dalam posisi ini, teknologi informasi dan komunikasi bisa menjadi sarana untuk menentukan arah baru bagi organisasi, ini disebut fase transformer system.

Melihat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang demikian pesat, maka birokrasi pemerintahan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi ini, maka lahirlah sebuah model pengalolaan pemerintahan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang sering disebut dengan isilah e-government.

Secara sederhana, e-government –yang biasa disingkat e-gov, dapat diartikan sebagai pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

Salah satu aspek dari e-government yang saat ini sedang dikembangkan adalah e-procurement. E-procurement adalah proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik berbasis website/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik.

Adapun yang menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan e-procurement adalah dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan transparansi, persaingan sehat dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah. Tentu hal ini juga akan berimplikasi positif terhadap implementasi tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance).

Disamping itu, pelelangan secara elektronik (e-procurement) juga merupakan salah satu barang upaya untuk mewujudkan pengendalian yang baik dalam proses pengadaan /jasa pemerintah. Serta dimaksudkan untuk meminimalkan kesempatan negatif yang sering muncul dalam proses pengadaan barang/jasa.

Persoalan yang sering muncul dalam proses pengadaan barang/jasa selama ini bermuara pada beberapa hal berikut :
1.Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang proses pengadaan barang/jasa tidak cukup tinggi, tidak ada yang setingkat undang-undang;
2.Belum adanya lembaga independen, khusus yang memiliki peranan menyusun strategi, kebijakan, monitoring & evaluasi, dan pengembangan sistem informasi, serta penyelesaian sanggah;
3.Masih kurangnya pejabat publik dan masyarakat yang mempunyai mutu pengetahuan dan keterampilan di bidang pengadaan barang/jasa;
4.Masih seringnya muncul pengabaian atau pelanggaran terhadap aturan yang berlaku, serta;
5.Pengawasan dan penegakan hukum yang tidak efektif.

Harapannya, dengan implementasi e-procurement, beberapa persoalan mendasar diatas dapat diminimalisasi efek negatifnya. Hal ini karena dengan pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan teknologi ini, maka ini akan makin menyempurnakan tatanan pemerintahan yang baik dan bersih, dengan unsur transparansi, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, responsif, partisipatif dan bervisi.

Adapun dasar hukum yang memungkinkan dilaksanakannya e-procurement adalah pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.

Untuk memaksimalkan proses pengadaan barang/jasa secara elektronik ini, maka pemerintah melalui milik Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membentuk Lembaga Pengadaan Secara Elektronik Nasional (LPSE Nasional). Lembaga inilah yang kemudian membuat sistem aplikasi e-procurement secara nasional.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama