Menuju e-Governance

[25.02.2010] Dalam diskursus politik pemerintahan, sering terdengar istilah government maupun governance, kedua istilah ini memang memiliki arti yang berbeda, namun terkait secara sangat erat. Government difahami sebagai istilah yang mengacu pada struktur dan fungsi institusi publik, sedangkan governance lebih bermakna sebagai jalan bagi government untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuannya.

Bila kemudian kedua istilah ini mendapatkan awalan e(electronic), maka lahirlah istilah e-government dan e-governance. Mungkin kedua istilah ini masih asing di telinga kita semua, namun secara substansial, keduanya difahami sebagai pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

Sebagaimana dikutip oleh P. Agung Pambudhi (2007), Unesco mendefenisikan e-governance sebagai “the public sector’s use of information and communication technology (ICT) with the aim of improving information and service delivery, encouraging citizen partisipation in the decision making process and making government more accountable, transparent.”

Dari defenisi Unesco tersebut terlhat dengan jelas tujuan dari diterapkannya e-governance dalam mengelola government (pemerintahan), yaitu untuk meningkatkan kualitas hubungan organisasi internal pemerintahan, menyediakan informasi dan pelayanan yang baik, meningkatkan transparansi pemerintahan untuk menurunkan korupsi, memperkuat kredibilitas dan akuntabilitas politik, serta mendukung praktek-praktek demokrasi melalui partisipasi dan konsultasi publik.

Meskipun memiliki keterkaitan erat dengan e-government, namun dalam aplikasinya, e-government memiliki cakupan yang lebih luas. Hal ini karena, e-government memberikan perhatian lebih terhadap penerapan good governance melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (information and communicaton technology).

Dalam konteks Indonesia, penerapat e-governance maupun e-government di dasarkan pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.

Bila dalam e-government, maka unsur-unsur yang tercakup meliputi e-administration dan e-services. E-administration merupakan ikhtiar untuk meningkatkan kualitas hubungan organisasi internal pemerintahan, meningkatkan transparansi pemerintahan untuk menurunkan korupsi serta memperkuat kredibilitas dan akuntabilitas politik melalui penerapan information and communicaton technology (ICT), maka e-services bermakna penerapan ICT dalam penyiapan informasi dan pelayanan yang baik seperti pelayanan perijinan, dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam e-governance, ditambahkan unsur e-democracy. Fungsi information and communicaton technology (ICT) dimaksimalkan untuk mendukung praktek-praktek demokrasi melalui partisipasi dan konsultasi publik sehingga memungkinkan masyarakat terlibat dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah. E-democracy akan mendorong tumbuhnya pola hubungan yang lebih demokratis antara pemerintah dengan masyarakat.
Cikal-Bakal e-Government

Dalam prakteknya, ada empat modal pemanfaatan information and communication technology (ICT) dalam pemerintahan yaitu, pertama, Government to Government (G2G) dimana titik tekannya pada interaksi antar instansi pemerintahan baik di Tingkat Pusat, Pusat dengan Daerah, ataupun Daerah dengan Daerah untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk integrasi data, komunikasi dan koordinasi, administrasi terpadu, dan lain sebagainya.

Kedua, Government to Employee (G2E) yang mencakup interaksi antara Pemerintah sebagai institusi dengan Pegawainya, memungkinkan opimalisasi manajemen SDM, permintaan perjalanan dinas, serta perubahan data induk pegawai. Ketiga, Government to Business (G2G) berupa interaksi antara Pemerintah dengan pelaku usaha diantaranya meliputi pengurusan perijinan usaha, serta pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Keempat, Government to Community (G2C), yang terkait dengan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat luas termasuk di dalamnya transparansi informasi kebijakan, perpajakan, serta pelayanan dan perlindungan sosial. G2C ini juga mencakup partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan jalannya roda birokrasi pemerintahan.

Untuk menerapkan e-governance dengan baik, maka sebuah pemerintahan sudah harus terlebih dahulu menerapkan e-government. Artikulasi dari hal ini dapat terwujud dengan lahirnya sebuah Sistem Informasi yang memadai terkait dengan masalah Perijinan, Kepegawaian, Kependudukan, Barang Daerah, Sistem Informasi Geografis, dan lain sebagainya.

Kehadiran Sistem Informasi seperti ini akan menjadi pendukung utama terlaksananya e-administration dalam sebuah struktur birokrasi. Ini akan berimlikasi pada tingkat komunikasi dan koordinasi antar satuan kerja (satker) dalam struktur pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien, hal ini karena komunikasi dan koordinasinya dilakukan dengan biaya operasional yang rendah dan less paper.

Sementara itu, di sisi e-services, tentu anda membayangkan anda mendapatkan pelayanan prima dari birokrasi pemerintah. Sebagai contoh, pernahkan anda membayangkan untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di kantor Kecamatan atau di Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) dalam waktu 2 menit? Dengan waktu sesingkat itu, KTP dengan identitas dan foto pemohon serta tanda tangan pejabat yang berwenang sudah ada di tangan pemilik KTP dengan biaya Rp. 5.000,-.

Hal ini bukan sekedar impian yang tidak terjangkau, Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen telah membuktikannya dengan baik. Dengan mendirikan unit One Stop Service (OSS), Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen memberikan pelayanan terpadu, baik soal perijinan maupun non perijinan secara cepat, tepat, efektif dan efisien kepada warganya. Adapun dasar hukumnya adalah Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang “Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu”.

P. Agung Pambudhi (2007), menyebutkan bahwa ada empat (4) kelebihan One Stop Service (OSS), terutama yang terkait dengan perijinan. Kelebihan tersebut adalah pertama, adanya prosedur pengurusan yang jelas. Misalnya untuk perijinan usaha pada daerah yang belum menerapkan OSS, maka Ijin Prinsip ditangani Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah atau Bappeda, SIUP ditangani Dinas Perdagangan, dan lain sebagainya, sedangkan dalam OSS semua itu di urus di satu tempat.

Kedua, bila mengurus perijinan melalui One Stop Service (OSS), maka dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan tidak akan mengalami pengulangan sebagaimana bila mengurus di banyak tempat. Hal ini karena biasanya sebagian persyaratan dalam sebuah perijinan menjadi syarat juga pada perijinan yang lain. Bila pengurusan perijinannya di satu tempat saja maka duplikasi persyaratan bisa dihindari.

Ketiga, konsekuensi logis bila pengurusan dilakukan di satu tempat sebagaimana OSS, maka waktu pengurusan perijinan akan menjadi lebih cepat. Kalau mengurus satu perijinan saja harus berhubungan dengan banyak instansi, maka tentu waktu yang dibutuhkan juga lebih lama.

Keempat, pengurusan perijinan melalui OSS juga sangat menguntungkan dari segi biaya, baik bagi masyarakat maupun bagi pemerintah. Masyarakat merasa biaya yang mereka keluarkan untuk sebuah perijinan sangat reasonable karena memang perijinan yang mereka butuhkan dapat selesai dengan cepat dan tepat. Sementara itu, bagi pemerintah, OSS akan mengurangi jumlah distorsi biaya ilegal karena pembayaran langsung ke rekening dan tidak ada ruang bagi per-calo-an.

Disamping implementasi OSS, adapun praktek lain dari e-services adalah e-procurement, sebuah proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik berbasis website/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik. Dengan ini diharapkan terjadi efisiensi, efektivitas, dan transparansi, persaingan sehat dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah.

Mudah-mudahan implementasi e-services dalam bentuk One Stop Services (OSS) dan e-procurement dapat menjadi pemicu diterapkannya e-government secara tepat. Dari situ kemudian dapat menjadi modal dasar dalam mewujudkan e-governance, sebagai model pemerintahan yang memanfaatkan perkembangan information and communication technology (ICT) menuju Cleen Government dan Good Governance di Indonesia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama