Ini Cinta Yang Ganjil


[29.06.2012] Aku merasa ada cinta aneh yang berkecambah di sudut hatiku. Cinta ganjil pada seseorang –lebih tepatnya tulisan seseorang, yang tumbuh begitu saja. Aku tak mencintai bibir dan senyumnya, apalagi wajah tirusnya yang terkadang memerah delima. Aku hanya mencintai tulisannya. Ya hanya tulisannya. Tak lebih!

Bukan aku tak menyukainya sehingga tak mencintainya, bukan. Wajahnya pias tipis seperti bunga persik diterpa angin pantai. Tatapannya teduh dengan kerling sudut mata yang setajam lirikan elang. Bibirnya tipis seperti irisan bulan sabit yang sudah ditinggalkan malam. Jujur aku menyukainya, tapi tidak mencintai itu semua.

Cintaku telah habis tersedot oleh rerangkai kata yang dia sulam demikian apik. Membaca tulisannya seperti memamah cemilan sore yang renyah. Pilihan aksaranya seperti rerintik hujan saat dinihari, hujan kesukaanku.

Dia tak menulis hal yang berat kurasa, hanya bercerita tentang suasana hatinya, kegundahan yang menyumbat, atau keriangan yang seperti ingin berpesta. Semua menjadi begitu jinak di ujung penanya. Amarah menjadi terasa lebih teduh, dan kesedihan menjadi sesuatu yang tak pantas diratapi.

Aku merasa bahwa apa yang dituturkannya adalah rumah yang pantas bagi sebuah momentum berkesan dalam perjalanan waktu yang dia lalui. Tulisannya menjadi istana dimana dia menitipkan kenangan dengan begitu lembut.

Dalam tulisannya, aku bisa istirah dengan tenang. Aku membaca senyum dalam puluhan, bahkan ratusan kata yang dia sulam, aku bisa terlelap di sana. Bukankah senyuman adalah lengkung mungil di bibir? Bukankah lengkung mungil itu mirip dengan ayunan? Tempat yang paling bahagia untuk melepas suntuk.

Tulisannya juga ibarat bayi mungil yang mengundang gemas setiap orang yang melihatnya. Ingin rasaku menimang-nimang tulisan-tulisannya yang berpipi montok. Kapan gerangan tulisannya dikemas dalam buku, sederhana saja, maka buku itu akan menjadi buku kesukaanku. Kan kubawa ke mana-mana, kupamerkan pada teman-temanku, “Inilah kekasihku,” segepok tulisan.

Bahkan saking cintaku, kubayangkan tulisannya adalah pil-pil pereda nyeri ketika sakit kepala, sakit gigi dan demam menderaku. Juga kuimpikan menjelma selimut ketika gigil membekap tubuh ringkihku. Bahkan berwujud sepiring nasi saat kulapar, dan segelas air segar saat kudahaga.

Aku begitu mencintai tulisannya, benar-benar mencintainya. Tapi terkadang aku merasa tak harus mengenal penulisnya, sebab hal itu bisa memicu rasa cemburuku. Aku sering curiga, dia akan melarangku mencintai tulisan-tulisannya, pun dirinya.

Uh, betapa ganjilnya cinta ini.

5 Komentar

  1. Ingin juga membaca tulisan dia..

    BalasHapus
  2. suerrr, blognya keren :)

    dia bercerita tentang kehidupannya sehari-hari, dan refleksi atasnya...

    BalasHapus
  3. yang merasa tulisannya itu..hayo..
    :)

    BalasHapus
  4. luar biasa... menuangkan semangkuk kata di atas tulisan yang punya diksi sejuta.. :)

    BalasHapus
  5. >>Bro Agus, sepertinya dia memilih mampir dalam diam dan menyulam rasanya dalam kalimat baru :D

    >>Affan, iseng nih memancing seseorang, hehehehe...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama