[22.10.2013]
Hari ini adalah pertama aku harus masuk kuliah setelah sekian lama kuliah
perdana tertunda. Jadi sejak akhir September sampai hari ini, aku lebih banyak
berdiam di rumah bersama anak-anakku, sesekali berkunjung ke toko buku selepas
maghrib dan menyambangi warung kopi untuk sekedar menyeruput teh panas atau
bercengkrama dengan beberapa kawan.
Di hari
pertama ini, aku merasakan hentakan pada kebiasanku selama beberapa hari
terakhir, kebiasaan untuk berguling di atas kasur atau berkemul di bawah
selimut. Hari ini, aku tiba-tiba harus beranjak dari pembaringan di waktu aku
biasanya masih bermalas-malasan di tempat tidur sebagaimana beberapa hari
terakhir.
Aku
juga heran, ada apa dengan badanku? Padahal, aku termasuk orang yang sangat
jarang tak bangun pagi, bahkan sangat langka aku tertidur lagi setelah sholat
subuh. Tapi hari ini, aku baru menyadari bahwa ternyata selama beberapa hari
yang lowong tanpa kuliah, terbangun kebiasaan baru yang kunikmati tanpa sadar.
Aku
begitu terobsesi dengan yang namanya bantal dan bau apek yang menyertainya,
remangnya kamar tidur, dan hangatnya selimut. Tanpa alasan rasonal yang bisa
aku rumuskan, rasa-rasanya, tubuh ini tak nyaman bila beranjak dari
pembaringan. Padahal, aku juga tak bisa dikatakan tidur, aku hanya begitu
menikmati menggeletak di tilam.
Karena
adanya interupsi atas kebiasaanku itulah, maka muncul rasa penasaran atas
gejala yang kualami, gejala untuk berlama-lama di tempat tidur. Begitu sampai
di kampus, aku tidak konsentrasi mengikuti kuliah pagi, aku lebih sibuk mencari
tahu tentang apa sebenarnya yang kualami, dan tak begitu lama, kutemukanlah
istilah clinomania.
Sejujurnya,
aku kurang familiar dengan istilah ini, mungkin malah baru kali ini aku punya perhatian
khusus atasnya. Berbeda dengan istilah imsomnia yang lebih sering aku dengar,
dan tentu saja aku rasakan. Clinomania sepertinya merupakan pasangan yang
paling serasi dengan imsomia, keduanya terkait dengan manusia dan kebiasaan
tidurnya.
Bila imsomnia
adalah adalah gejala susah tidur, maka clinomania adalah sebaliknya, gejala
ingin tidur secara terus-menerus. Dan biasanya, keduanya muncul bersamaan dan
menyerang seseorang yang bila pada malam hari mereka mengalami imsomnia, maka
pada esok harinya, biasanya orang tersebut akan ‘menikmati’ clonomania.
Kadang
pula, kedua gejala ini dialami oleh orang yang menderita stres. Seseorang yang
stres biasanya akan menderita imsomia akut sehingga bisa berhari-hati tidak
bisa tidur karena memikirkan masalah yang dihadapi. Bisa pula, seseorang yang
sedang stres akan menderita clinomania, karena masalahnya demikian berat,
mereka menjadi masa bodoh dan memilih untuk tiduran sepanjang hari, bahkan
sampai berhari-hari.
Begitu
mengetahui kehadiran clinomania dalam diriku, istriku langsung terbahak dan
mengatakan bagaimana mungkin aku menderita kelainan yang sungguh tidak elitis
begitu? Dia sungguh tidak tahu bahwa clinomania termasuk salah satu di antara
kelainan mental yang dianggap aneh dan unik di jagad raya dewasa ini.
Sebutlah
misalnya ablutomania (maniak untuk
mencuci tangan), trichotillomania (hasrat
untuk menjambak rambutnya sendiri), aboulomania (sulit menentukan keputusan
bahkan untuk hal-hal kecil), enosimania
(selalu merasa diri berdosa), onomatomania
(obsesi untuk mengulang kata kata), demonomania
(percaya dimasuki roh jahat), cartacoethes
(tekanan yang tidak bisa dikendalikan untuk melihat peta dimana-mana), gamomania (obsesi mengajak orang lain
untuk menikah), dan doromania (obsesi
memberi hadiah).
Tapi
ini tidak berarti bahwa aku akan mempertahankan clinomania ini, sebagaimana
imsonia yang yang juga sering menyapaku –terutama
bila aku tidur di atas pukul dua belas malam, keduanya berusaha untuk aku
minimalisir. Untuk clinomania, aku berusaha untuk langsung berolahraga ringan
selama tiga puluh menit setelah sholat subuh, dan untuk imsonia, aku berusaha
terlelap sebelum pukul dua belas malam.
Tags:
Refleksi