[07.02.2015] Pemilukada
serentak 2015 yang akan digelar di seluruh Indonesia pada 9 Desember 2015,
memuat asa baru akan lahirnya pemimpin publik yang bisa memenuhi harapan
masyarakat. Sebanyak 9 provinsi, 224 kabupaten dan 36 kota akan menggelar
pemilukada serentak. Di Sulawesi Selatan sendiri, pemilukada ini akan digelar
di 11 daerah.
Lalu
bagaimana peran strategis kaum muslimin dalam proses demokrasi tersebut? Apakah
kita akan bermasa bodoh dan mengatakan bahwa pemilukada adalah proses yang
tidak Islami? Apakah momentum pemilukada bisa menjadi arena kemunculan pemimpin
umat yang punya integritas dan keberpihakan pada kesejahteraan umat? Atau lagi-lagi
umat Islam sebagai warga mayoritas hanya menjadi penonton?
Sudah
terlalu sering umat Islam hanya menjadi tempat mendulang suara bagi para calon
kepala daerah, lalu mereka dikecewakan dan aspirasinya disepelekan. Sudah
saatnya kondisi ini diakhiri, umat harus memaksimalkan potensi suaranya bagi
pemimpin yang punya komitmen untuk memperjuangkan kepentingan umat. Saatnya umat
terlibat aktif secara maksimal dalam proses ini.
Sebagai
umat Islam, kita harus menyadari bahwa kepemimpinan publik adalah hak mereka
yang beriman kepada Allah dan selalu berbuat kebajikan. “Allah telah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh di antara kamu,
bahwa Dia akan menjadikan mereka khalifah di bumi...” (Q.S. 24 : 55). Demikian
janji Allah dalam al-Quran yang suci.
Oleh
karenanya, kita tak boleh membiarkan hak atas kepemimpinan itu direbut oleh
pihak lain secara demokratis melalui proses pemilukada. Umat Islam harus
membulatkan tekad dan menyatukan suara, bergerak aktif memperjuangkan
aspirasinya, menuntut haknya. Kita tak boleh menjadi seperti wahn, buih di tengah lautan yang gampang
diombang-ambingkan kepentingan pihak dan kelompok lain.
Allah
swt. dalam al-Quran telah menegaskan kepada kita, “Sesungguhnya Allah tidak
mengubah peri-keadaan suatu kaum, sehingga mereka itu mengubah peri-keadaannya
sendiri” (Q.S. 13 : 11). Ini berarti bahwa kita tidak boleh hanya berpangku
tangan menanti perubahan dari Allah, sebab perubahan itu terletak pada seberapa
besar dan seberapa kuat ikhtiar kita.
Marhum
H.O.S. Tjokroaminoto (1931 : 6), jauh hari telah pula mengingatkan, “Sungguhpun
Islam itu Agama Allah dan ialah peraturan yang sesempurna-sempurnanya yang
diberikan oleh Allah Ta'ala kepada manusia untuk mencapai keselamatan di dunia
dan akhirat, haruslah kita ingat, bahwa manusia itulah yang membikin riwayatnya
sendiri”.
Menjelang
9 Desember, umat Islam harus mempertegas komitmen dan keberpihakan dari calon
dukungannya bagi perjuangan kepentingan umat. Jangan sampai umat sekedar
diiming-imingi dengan ‘janji-janji syurga’
tanpa implementasi. Bahkan bila perlu, antara perwakilan umat dengan calon
dukungannya, dilakukan sumpah setia atas nama Allah dan baiat kepada Allah,
sebab inilah jaminan kemenangan bagi umat.
Al-Quran
menegaskan, “Pastilah Allah berkenan atas orang-orang mukmin tatkala mereka itu
melakukan baiat kepada kamu di bawah pohon kayu, maka Ia mengetahui apa-apa
yang ada di dalam hati mereka, maka Ia menurunkan keamanan kepada mereka dan
membalas mereka dengan suatu kemenangan yang dekat” (Q.S. 48 : 18). Kemenangan
yang dekat menanti mereka yang saling mengikatkan diri dalam sumpah setia atas
nama Allah.
Bukan
saatnya lagi umat Islam terkesan malu-malu kucing dalam urusan perebutan
kekuasaan pada proses rekruitmen kepemimpinan publik di republik ini. Kita tak
boleh menyerahkan urusan ini kepada mereka yang kufur, dzalim, fasiq,
apatahlagi mereka yang munafik. Mari kita meneguhkan keimanan, meningkatkan
amal shaleh dan kebajikan, lalu merebut hak kepemimpinan.
Karena
implikasi dari apa yang kita perbuat, hasil dari perjuangan, akan kita tuai
bukan hanya di akhirat nanti, tapi pun di dunia ini. “Bukan saja di akhirat,
tetapi di dunia inipun tiap-tiap ummat akan mendapati nasibnya juga: menjadi
mulia atau hina!” Demikian Tjokroaminoto (1931 : 18 - 19) mewanti-wanti.
Jangan
salah pilih, sebab urusan memilih pemimpin tidak bisa dilepaskan dari iman. Dan
seperti amalan-amalan yang lain, memilih pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah swt. Mari kuatkan azzam, pilih yang terbaik
bagi umat, bangsa dan negara. Pilihlah sesuai perintah Allah, ‘Sesungguhnya
pemimpin kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-rang beriman yang mendirikan
sholat, menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah” (Q.S. 5 : 55).
Dimuat
di Harian Amanah, Senin 07/12/2015