#SuaraHatiSeorangPerempuan
Kak Isbah datang ke rumah, dia betul-betul datang sesuai permintaanku
padanya tempo hari, padahal saya mengatakan itu agar dia berhenti mendekatiku. Saya
takut upayanya mendekatiku hanya akan berbuah fitnah dan celaan dari orang-orang
di kampus maupun di kampung.
Tettaku juga sudah tegas menolak lamarannya,
alhamdulillah dan sekaligus ampuni saya ya Allah, saya merasa lega dengan ditolaknya
lamaran itu. Sebenarnya tak elok menolak kebaikan, tapi banyak hal yang harus
dipertimbangkan untuk menikah. Saya juga butuh ta'aruf, sebab seperti kata
pameo, tak kenal maka ta'aruf.
Soal menikah, saya mungkin termasuk kolot. Saya tak
tertarik untuk menjemputnya melalui pacaran. Bagiku, jodoh itu akan datang
begitu Allah tahu bahwa saya telah siap, dan saya yakin bahwa Allah akan
memberiku yang terbaik.
Seperti yang ditulis oleh Kak Ahmad Choeril Filjhanna,
salah seorang senior saya di Pemuda Muslimin Indonesia, di akun facebooknya beberapa
hari yang lalu:
Aku tolak berpacaran
Bukan karena ingin dianggap
sok suci
Hanya saja,
Aku tak mau kehilangan
kesucian diri.
Ini bukan berarti saya hanya duduk berpangku tangan dan
pasrah menerima kenyataan. Kebaikan tetap harus diikhtiarkan, termasuk menikah,
tapi tentu dengan cara-cara elegan dan tetap dalam koridor yang dibenarkan oleh
agama.
Tettaku selalu menasehatkan, jangan pernah berburuk
sangka pada Allah. Maka dalam urusan jodohpun, saya yakin Allah paling tahu,
bahkan lebih tahu hasratku dibanding aku sendiri.
Sore ini, selepas sholat ashar, saya lagi bercengkrama bersama
teman-teman sesama tenaga pengajar dengan santri-santri di masjid. Cerita
mereka lucu-lucu. Ada yang menceritakan soal bebeknya yang mulai bertelur, ada
yang mengoceh soal neneknya yang menurutnya bawel.
Tapi bukan itu yang menarik perhatianku. Saya justru tertarik
dengan sosok seorang pemuda yang duduk terpekur di sudut kiri masjid, namanya
Syaharuddin. Kami di remaja masjid, memanggilnya Daeng Bani, dia adalah teladan
kami dalam hal kerelawanan dan kerelaan berkorban.
Astaghfirullah, di saat saya berusaha menjaga hati
memperbaiki diri, bayangan Daeng Bani terus menari di pelupuk mata. Apakah ini
pertanda dari Allah, atau ini adalah jeratan dosa? Saya masih mencari jawab di
relung jiwa. Salahkan bila saya mengharapkan yang terbaik?
* *
*
#SuaraHatiSeorangLelaki
Sudah hampir satu jam selepas ashar, aku masih duduk terpekur
di pojok ini. Tak kuasa rasanya diriku untuk beranjak. Segala macam dzikir yang
pernah kupelajari telah kulafadzkan berulang kali, namun tak juga membuat degup
ini reda.
Aku tahu ada sepasang mata yang menatapku dengan
pandangan sayu dan tanpa kedip, pandangan itu seperti mendarat tepat di
tengkukku, tembus sampai di kerongkongan lalu mengalun beriring dzikir yang
kurapal, berkelindan namanya dan asmaNya
Aku masih bertahan untuk tak berbalik, aku tak siap
menghadapi kenyataan ketika aku berbalik, akan kudapati dirinya gelagapan
mengalihkan pandangan karena merasa ketahuan telah mencuri pandang ke arahku. Bukankah
pantang yang bukan mahram beradu pandang? Meski sebenarnya, aku suka dengan
pias yang merona di wajahnya di situasi sedemikian.
Aku sadar betul bahwa membangun hubungan yang saling mengikat
diri antara dua orang yang bukan mahram, selain ikatan pernikahan, adalah hal
yang absurd. Sebab hanya pernikahan yang pantas disebut mitzaqan ghalidza,
ikatan yang kukuh.
Tapi tak bisa kupungkiri, hatiku terpaut erat dengan
hatinya, meski tak ada kata, meski tak cukup kata untuk menjelaskan semua itu.
Aku tak pernah menyiratkan suka pada dirinya, dia pun seperti enggan mengungkap
rasa padaku. Kami seperti bersepakat menahan diri untuk menuturkan yang belum
pantas.
* *
*
#SenandungLelakiYangJatuhCinta
Suasana Warkop Tua-Muda agak lengang sore itu, mungkin
pengaruh hujan yang turun siang tadi. Sepulang dari kampus, Syaharuddin mampir
di sana, sekalian janjian dengan sohibnya, Maddolangan Daeng Tompo untuk
membahas soal penerbitan buletin dakwah
Setelah menyesap kopi yang tinggal separuh, mulutnya
berdendang pelan. Nasyid Jodoh Dunia Akhirat dari Kang Abay mengalun syahdu:
Ku merayu pada Allah yang tahu isi hatiku
Di malam hening aku selalu mengadu
Tunjukkan padaku....
Ku aktifkan radarku mencari sosok yang dinanti
Ku ikhlaskan pengharapan ku di hati
Siapa dirimu?
Dalam kesabaran ku melangkah menjemputmu
Cinta dalam hati akan aku jaga hingga
Allah persatukan kita
Jodoh dunia akhirat namamu rahasia
Tapi kau ada di masa depanku
Ku sebut dalam doa ku ikhlaskan rinduku
Kita bersama melangkah ke surga abadi
Maddolangan yang duduk tepat di depannya hanya tersenyum
simpul melihat tingkah Syaharuddin. Seperti biasanya, dia memang seorang lelaki
yang misterius: tak banyak bicara namun sorot mata yang tajam.
"Ternyata
bagus juga suarata' ustadz kalau menyanyi." Maddolangan mencoba memecah
kebekuan. Syaharuddin masih bergeming. Maddolangan salah tingkah.
"Minumki'
kopita' Daeng Bani, dinginki nanti." Lagi-lagi Maddolangan mencoba
memancing perhatian. Perlahan Syaharuddin mengangkat kepala.
"Tompo',
jatuh cintaka'..." Setelah itu, dia menekuk kepala, dagunya rapat ke dada.
"Hahahahahahaha...
Terus apa masalahnya ustadz?" Tubuh Maddolangan terguncang karena tawa.
"Seriuska'
ini Tompo'. Takutka' kurasa, jangan sampai saya terjerumus."
"Cinta
itu fitrah ustadz..."
"Tapi
juga bisa jadi fitnah!" Syaharuddin memotong.
"Kalau
begitu, langsung saja menikah ustadz."
"Bagaimana
mau menikah, na tidak ada hubungan apa-apa di antara kami. Cuma kurasa kayak
jatuh cintaka' sama dia." Syaharuddin menggaruk-garuk kepalanya yang
berambut cepak.
"Aish,
kita ketemu ini mau bahas buletin dakwah atau mauki' curhat ustadz?"
Maddolangan menggoda.
"Ah, kau
ini Tompo', tentulah untuk urusan buletin."
"Cocokmi
itu pale' ustadz. Tapi ngomong-ngomong, sama siapaki' jatuh cinta,
ustadz?" Maddolangan kembali menggoda.
"Ah kau
itu..." Syaharuddin tersenyum, Maddolangan menimpali dengan tawa terbahak.
* *
*
#SenandungPerempuanYangJatuhCinta
Di sepertiga malam terakhir, saya terbangun entah karena
apa. Saya melongok melalui jendela, kunang-kunang terbang satu-satu di pematang
sawah. Entah dari mana. Sebab biasanya, kunang-kunang hanya berpendar di awal
malam.
Perlahan saya melangkah ke dapur, takut membangunkan
orang rumah, saya berjalan pelan, biasalah, rumah panggung agak sensitif dengan
langkah. Tenggorokan saya basuh dengan segelas air, setelahnya air wudhu
membasuh ragaku. Dua rakaat sholat lail sepertinya nikmat untuk membasuh jiwa.
Selepas salam, lamat-lamat, antara sadar dan tidak, saya
merasa seperti berada pada sebuah tempat yang berbeda, semua berwarna kelabu,
hanya setitik cahaya yang putih bersih. Perlahan saya mendekat, rupanya seorang
pemuda bermuka cahaya menantiku dengan senyum.
Kucoba menggapai tangannya, cahaya itu buyar dan
berpendar menjadi kunang-kunang. Kunang-kunang yang berdendang...
Bersaksi cinta di atas cinta
Dalam alunan tasbihku ini
Menerka hati yang tersembunyi
Berteman di malam sunyi penuh
do'a
Sebut namamu terukir merdu
Tertulis dalam sajadah cinta
Tetapkan pilihan sebagai
teman
Kekal abadi hingga akhir
zaman
Istikharah cinta memanggilku
Memohon petunjukMu
Satu nama teman setia
Naluriku berkata
Di penantian luahan rasa
Teguh satu pilihan
Pemenuh separuh nafasku
Dalam mahabbah rindu
Di istikharah cinta..
Alunan nasyid Istikharah Cinta dari Sigma membangunkanku
tepat pukul setengah lima subuh. Suara Daeng Bani melantunkan adzan terdengar
mendayu. Kusempatkan menggoreskan pena di lembar diariku:
Siapakah dirimu
Yang kan memandu aku
Membimbing langahku
Menghaturkan sehimpun doa
Ke pelataran kasihNya
Tags:
Cerita Pendek