Yang Kutakutkan Ketika Ramadan Tiba


[05.06.2016] Rasaku, tak ada orang Islam yang takut menyambut ramadan. Yang ada, mereka bersukacita, bergembira, dan begitu sumringah, ketika bulan yang didaku sebagai bulan penuh berkah, rahmah, dan ampunan dari Allah ini, bertandang.

Namun tidak dengan diriku. Meski aku merasa harus tenang dan senang bila ramadan hadir, tapi justru kimput yang lebih kukuh merengkuh hati. Setidaknya ada empat hal yang membuatku gayat ketika sya'ban sudah dipunca.

Idam. Begitu H-5 menyongsong bulan puasa, mengidam menjadi begitu menggiriskan. Seumpama bunting, aku mual tanpa asbab, bahkan sampai gering hingga taraweh pertama ditegakkan.

Biasanya, lara yang mendera akan berangsur pulih bila ramadan menanjak hari ketiga atau kelima. Sepertinya, ada benci yang unik pada puasa dan ibadah ikutannya, kebencian yang kerinduan pula.

Mercon. Aku begitu cuak dengan dentuman yang timbul akibat pembakaran bubuk mesiu dalam tabung berumbai. Ledakan yang timbul bisa membuatku gemetar dan murka. Amarah memenuhi dada, aku bisa lepas kendali dan kehilangan fokus.

Entah bila mulai, petasan menjadi penanda malam-malam ramadan. Sebab sependek informasi yang aku serap, hal sebegitu bukanlah sunnah. Bahkan ada sebagian umat yang mencap sebagai bidah, dan menyerupai umat kafir.

Setan dibelenggu. Kabar soal ini, diwartakan langsung ole Muhammad saw melalui hadits nomor 1899 dalam kitab shahih yang disusun Al-Bukhari, pula ada sebagai hadits nomor 1079 pada kitab shahih Muslim.

Lengkapnya, berikut aku sitirkan, “Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: Ketika Ramadhan datang maka dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dirantailah syetan-syetan.”

Siapa yang tidak gecar menyimak pesan ini? Lalu pada siapa aku menimpakan segala tuduhan atas perbuatan munkar yang aku lakukan? Dibelenggunya setan beserta anteknya, membuatku kesulitan mencari pihak yang patut disalahkan.

Diskon. Perkara yang satu ini adalah soal yang paling pelik, godaan belanja. Dengan label potongan harga, berkah ramadan, harga spesial, dan beragam istilah untuk mewakilinya, diskon mengaduk-aduk hasrat belanja hingga membuncah.

Maka aku akan membeli berbagai pernik yang setepatnya tak kubutuhkan. Ditebus hanya untuk memenuhi geriap mata yang tak pernah merasa puas. Ramadan menggiringku menjadi orang yang menumpuk harta dan menghitung-hitungnya.

Membayangkan keempatnya, aku menjadi nyanyang menyambut ramadan. Bulan yang belepotan kebaikan dan tempat membasuh kerontangnya jiwa, malah hadir dalam kemasan yang tak mengenakkan.

Tapi meski demikian, tak ada yang bisa kulakukan untuk menghindarinya. Adalah hil yang mustahal, sesuatu yang mustahak bagiku untuk membalikkan susunan bulan atau melompati bulan tertentu yang tak menakutkanku.

Maka mari menyambut ramadan dengan takut.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama