#1
Kemarau dan Rumah-Rumah yang Terbakar
tak
ada kemarau di Myo Thu Gyi[1]
alam
basah oleh hujan air mata
dari
mereka yang pergi
meninggalkan
sanak yang meregang nyawa
sungai
Naf[2]
menjadi saksi
telapak
kaki yang bernanah
dan
lutut yang gemetar lelah
tak
ada pilihan kembali
jalan
pulang jadi kebun ranjau
kami,
sekumpulan manusia terhalau
tak
ada kemarau di sini
hanya
nyala api yang marah
melumat
rumah-rumah di Rathedaung dan Buthidaung[3]
pun
perahu-perahu di Alel Than Kyaw, pesisir Maungdaw[4]
mentari
pula enggan menyinari
amarah
lebih memanggang hati
bercak
darah di sekujur longyi[5]
membeku,
didekap nestapa
setiap
kami seharga sebutir peluru
semua
dirampak dengan kobaran api
desa
dan seisinya menjelma debu
kusaksikan
dari lubang sembunyi
#2
Ibu, Jangan Biarkan Aku Ingkar
ibu,
ulurkan tanganmu buat kugenggam
aku
lelah terusir tersebab keyakinan
haruskah
kita terus berlari hanya karena berbeda nama Tuhan
dan
berlainan model peribadatan?
ibu,
berikan bahumu untuk bersandar
kakiku
letih melangkah demi tak ingkar
pandanganku
pun telah nanar
menatap
rumah-rumah di Gawdu Thar Ya[6],
terbakar
jangan
pernah kehilangan harapan, katamu
janji
Tuhan tak pernah palsu
tapi
bukankah kita dihalau dari Buthidaung[7]
atas nama Tuhan?
maka
kemana kuadukan ini kekalutan?
saudara
seimanmu tentu tak diam dan terpaku
sambil
kau tunjuk bagian-bagian peta yang kau tandai tinta hijau
namun
aku teringat akan hadis wahn[8]
kita
tak ubahnya buih di lautan
ibu,
bawa aku besertamu
melintas
jauh ke seberang waktu
agar
tak sempat aku beranjak
mencampakkan
nama-nama yang berulangkali kau lafazkan dalam doamu yang berarak
#3
Mohammed Shohayet[9]
jangan
kau tanya deritaku
usah
usut sansai yang mendera
hanya
enam belas bulan usiaku
tak
lama kucecap dunia
tak
banyak yang bisa kurawikan
cukup
kau cerna nelangsa abba[10]-ku
lelaki
paruh baya yang kehilangan segenap sanak
saat
aku bersama ibu dan adik lelakiku
diburu
ibarat binatang ternak
lalu
perahu kami terjengkang di Sungai Naf[11]
kala kupandang wajahnya, gambar keluargaku
rasanya lebih baik kususul mereka,
hidupku padam
aku kehilangan alasan untuk tetap
bertahan
masih adakah
hidup dalam dunia yang tanpa harapan?
Zafor
Alam dia punya nama
lelaki
dengan mata seindah purnama
hatinya
koyak tercabik pilu
jiwanya
dibelasah haru
melihat
diriku tersungkur, tertiarap
baju
kuning lusuh membalut tubuhku kejur
mengering
berbalur lumpur
mereka
bilang aku sedang bersujud
bukan,
bukan bersujud, aku tersujud
selut
menahanku agar tak mengempar
namaku
Mohammed Shohayet
kukisahkan
ini bukan hendak kan simpati
hanya
sebentuk ikatan bagi ingatan
bila
kalian tak bersiap diri
sepanjang
hayat pun akan mengguram
#4
Kala Rakhine Menjelma Neraka
ini
bukan perkara benar dan salah
siapa
yang hendak dibenarkan
pun
siapa yang akan disalahkan
semua
sisi tentu punya kisah
ini
soal manusia yang kehilangan dirinya
kasihnya
menjadi demikian terbatas
kebajikan
baginya menjelma begitu sarhad
rahman
dan rahim Tuhan terpenjara oleh serakah
padahal
derita adalah bahasa semesta
dimengerti
oleh setiap mereka yang punya jiwa
hanya
yang bebal nan enggan peduli
mereka
kehilangan kelembutan hati
kekerasan
menjadi tingkah paling banal
dari
mereka yang binal dan bengal
sekelompok
manusia harus terusir ke timur Benggala[12]
karena
dihidupi darah Bengali[13]
oh,
dunia yang menjelma Gehenna[14]
layakkah
dikau menghalau mereka dengan api
pantaskah
dirimu menghardik mereka dengan salak senapan
ataukah
ini kebangkitan kembali Geheime[15]
di
bawah komando Aung San Suu Kyi
perempuan
berwajah tirus, penerima nobel perdamaian
ini
memang bukan perkara benar atau salah
namun
ketika sekelompok orang menjadi ulaaika
kal an’am[16]
itu
bukan lagi saat yang tepat untuk berdiam
kita
mesti tahu di sisi mana harus berada
[1] Myo Thu Gyi adalah desa di dekat pusat distrik
Maungdaw
[2] Sungai Naf adalah sungai yang membelah
perbatasan antara Bangladesh dengan Myanmar
[3] Rathedaung dan Buthidaung adalah nama distrik
di Myanmar yang dihuni oleh populasi Rohingya
[4] Alel Than Kyaw, nama desa di pesisir distrik Maungdaw
[5] Longyi adalah kain tradisional Burma yang biasa
digunakan oleh kaum perempuan
[6] Gawdu Thar
Ya adalah desa
di dekat pusat distrik Maungdaw
[7] Buthidaung adalah nama distrik di Myanmar yang
dihuni oleh populasi Rohingya
[8] Hadis wahn adalah hadis populer yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud yang menyebut bahwa umat Islam di akhir zaman tak
ubahnya buih di lautan, banyak namun tak solid.
[9] Mohammed Shohayet adalah bocah Rohingya yang
menjadi korban kekejaman militer Myanmar, meninggal pada tanggal 04 Desember
2016, diusia 16 bulan, saat perahu yang ditumpanginya untuk menyeberang ke
Bangladesh tenggelam di sungai Naf. Shohayet meninggal bersama ibu, paman, dan
seorang saudara lelakinya.
[10] Abba
adalah panggilan kepada orang tua lelaki. Banyak digunakan oleh komunitas
muslim di seluruh dunia, diambil dari bahasa Arab: abu
[11] Sungai Naf adalah sungai yang
membelah perbatasan antara Bangladesh dengan Myanmar
[12] Benggala Timur adalah bekas
provinsi di Pakistan. Dibentuk setelah memisahkan diri dari India pada 15
Agustus 1947 s.d. 14 Oktober 1955. Memerdekakan diri dari Pakistan dan menjadi
negara Bangladesh pada 26 Maret 1971.
[13] Bengali adalah adalah komunitas
etnis yang mendiami wilayah Benggala, baik Benggala Timur (Bangladesh) dan
Benggala Barat (India). Etnis Rohingya yang mendiami negara bagian Rakhine
dicap sebagai Bengali oleh Pemerintah Myanmar dan menjadi alasan dari berbaga
tindakan kekerasan dan ketidakadilan yang dialami Rohingya.
[14] Gehenna adalah istilah al Kitab
untuk neraka, kata ini mengacu pada kubangan sampah di lembah Hen, di lembah
itu terdapat api yang tak pernah padam, ulat dan belatung berkeliaran, hidup
dalam kemakmuran.
[15] Geheime, lengkapnya Geheime
Staatspolizie adalah polisi rahasia Nazi Jerman yang terkenal kejam; disingkat
Gestapo
[16] Ulaaika
kal an’am berarti ibarat binatang ternak. Idiom ini mengacu ke al Quran surah
al A’raf (7) ayat 179.
Tags:
Puisi