Tersebab Dua Rakaat Setelah Subuh

[28/03/2018] Masjid Jamiatul Khaer kembali dilanda kehebohan subuh ini. Bila sebelumnya riuh karena perihal pengumuman untuk menanggalkan cadar, sebagaimana telah kuceritakan padamu, maka subuh ini, suara meriung karena tindakan seorang jamaah yang menegakkan salat dua rakaat usai salat subuh.

Saat imam masih khusyuk memandu zikir sebagaimana biasa selepas salat berjamaah di masjid ini, seorang jamaah yang mengenakan baju kemeja pantai berwarna biru menyala berdiri tegak di tengah-tengah jamaah saf pertama. Aksinya luput dari perhatian jamaah yang lagi larut dalam untaian doa-doa yang dipandu dari samping mihrab.

Dengan tangan kiri ia betulkan letak songkok hitam yang bertengger menutupi rambut ikal sebahunya, sedang tangan kanannya sibuk membetulkan posisi sarung pelekat bermotif kotak-kotak warna biru muda. Tahu kan, sarung itu? Meski awalnya berasal dari Pelekat di kawasan Pantai Koromandel, tapi kini menjadi sarung kebanggaan muslim di nusantara.

Tanpa hambatan, lelaki yang nampak berusia 20an itu bisa takbiratulihram dengan mulus. Namun kuperkirakan kedamaian itu hanya berlangsung hingga al Fatihah tuntas ia bacakan, sebab setelahnya, seorang jamaah yang duduk memisah dari saf jamaah sejak usai salam salat subuh tadi, pria yang kutaksir telah berumur 60an tahun itu bergumam, seperti bicara pada diri sendiri, "Wah, haram itu! Tak ada salat seusai subuh!"

Meski suaranya seperti dia tawar untuk tak mengganggu jamaah yang sementara larut dalam pemujaan, tapi karena dia ucapkan berulang, tak urung sampai juga di telingaku yang juga memilih duduk terpisah dari saf jamaah. Aku menoleh ke arah lelaki tua bergamis putih dan berpeci dengan warna senada, kulihat tangan kanannya menuding-nuding ke arah lelaki muda yang sedang salat.

Begitu jamaah muda itu memungkasi salat dua rakaatnya dengan salam, bertepatan lepas pula jamaah dari doa dengan ungkapan "Aamiiin". Aku pun sudah hendak beranjak dari sila saat jamaah muda itu melintas di sisiku, lalu tiba-tiba ia berbalik memenuhi lambaian tangan dari jamaah tua yang mengatakan salat jamaah muda itu haram. Kulihat mukanya, kutaksir pemuda itu ahli ibadah, ada jejak sujud di dahinya, ada janggut tipis di dagunya.

Kuurungkan niat untuk lekas pulang, peristiwa ini membetot rasa ingin tahuku. Kuping kupasang baik-baik agar lebih peka menangkap suara. Kulihat anak muda itu mendekat, berlutut, lalu menjabat dan mencium tangan orang tua pemanggilnya yang duduk bersila. Sambil menepuk punggung si anak muda yang masih juga merendahkan diri, orang tua itu menatap tajam.

"Salat apa tadi, Nak?" Suaranya gemetar, seperti menahan amarah.
"Tak ada salat setelah salat subuh, haram!" Lanjutnya.
"Saya mengqada salat, Pak." Anak muda itu menjawab pelan masih dalam posisi takzim.
"Waktunya yang keliru, haram salat setelah subuh, tunggu matahari terbit dulu, begitu hadisnya." Terang orang tua itu tak dapat sanggah.
"Lagipula hadis tentang mengqada salat, itu lemah statusnya." Lanjutnya lagi.

"Tapi saya mengqada salat subuh, Pak. Tentu lebih afdal bila saya melaksanakannya di waktu subuh." Anak muda itu tak menyerah.
"Pokoknya haram setelah subuh, bila ada keperluan, selesaikan semua sebelum subuh!" Si orang tua tak kalah bertahan.
Melihat orang tua itu ngotot, sambil membetulkan letak songkoknya, anak muda itu memilih mengiyakan lalu mengamit tangan di lelaki tua, menjabatnya, menciumnya, dia pun pamit.

Melihat anak muda itu berlalu, aku bergegas berdiri dan mengekor langkahnya keluar masjid. Di pelataran, aku mendekati, menyapanya dengan uluran tangan dan senyum pintas.
"Kenapa, tadi?" Tanyaku pelan.
"Tak tahu juga bapak tadi, resek betul." Mukanya menegang, jengkel. Aku mendelik, mengekspresikan rasa ingin tahu, sepertinya dia butuh tempat curhat.
"Dia menyoal saya yang mengqada salat, katanya haram. Padahal kan, mengqada salat subuh ya di waktu subuh." Dia menumpahkan unek-uneknya.

Kubiarkan suasana membisu beberapa masa.
"Mungkin dia mengharamkan soal waktunya, bukan qadanya?" Aku memancing.
"Iya sih, tapi kan saya mengqada salat subuh?"
"Bukankah bisa dilakukan di waktu lain?" Kucolek lengannya.
"Memang bisa, tapi...."
"Kamu baru mengingatnya pada saat salat subuh tadi?" Aku memotongnya.
"Begitulah..." Dia tersenyum, aku semringah.

"Tapi kejadian tadi tak membuatmu untuk tak lagi datang ke jamaah subuh, kan?" Tanyaku.
"Insya Allah, sepanjang aku tak bangun kesiangan, saya akan usahakan."
"Masih sering kesiangan?"
"Biasalah, anak muda, hehehe..."
"Hehehehe...." Aku ikut terkekeh dan membatin, Jangankan anak muda, anak tua sepertiku saja, kadang masih lalai. Istaghfiruu yaa ghaaafiluun.
"Assalamu alaikum..." Kataku sambil berlalu, meninggalkan jawaban salamnya menggantung pada bulir embun di putik seroja penghuni kolam samping masjid.

ilustrasi: nu.or.id

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama