Resensi: Sahru Ramadhan dan Cerita di Masa Lalu


Ada orang yang lihai bercerita, sebagian pula lincah menuliskannya, tapi jarang bisa keduanya. Sahru Ramadhan adalah pengecualian. Ia bisa melakukan keduanya dengan sama baiknya. Ceritanya mengalir dan mudah dicerna, tulisannya juga bernas serta gampang ditangkap pesannya. Sebuah talenta yang jarang dimiliki oleh seorang penulis autodidak.

Kemampuan Sahru tersebut terekam dengan baik dalam buku Kumpulan Cerita yang dianggitnya, Aku dan Cerita di Masa Lalu (Pakalawaki, November 2021). Setidaknya ada 17 kisah yang dibabar oleh Sahru dalam buku setebal 140 halaman, yang menjadi penanda, betapa menjadi pencerita dan penulis cerita bukan kemampuan ekslusif para sastrawan.

Menariknya lagi, Sahru yang sehari-harinya merupakan seorang karyawan swasta berlatar pendidikan ekonomi, dengan kesukaan membaca serta mendiskusikan tema-tema filosofis. Tiba-tiba melahirkan buku yang berisi fragmen keseharian anak manusia: menyeruput kopi di emperan pusat perbelanjaan, atau jatuh hati pada seorang gadis di toko buku.

Mengapa seorang Sahru menulis cerita? Sebab dengan menulis cerita, banyak hal yang bisa dia pikirkan, akunya. Cerita-cerita dalam buku ini, tak lepas sebagai hasil keseriusannya merenung dan membayang-bayangkan sesuatu. Sepertinya, menulis menjadi semacam terapi baginya, sarana untuk menemukan ketenangan.

Lalu, kenapa harus tentang masa lalu? Sahru mengakui bahwa ini sebagai upayanya mengambil pelajaran, sebab masa lalu baginya selalu ya bermakna kesalahan, bentuk-bentuk kegilaan yang mungkin demikian keterlaluan. Maka menulisnya akan membuatnya menjadi lebih dewasa, mencintai dengan biasa, pun mempercayai dengan biasa.

Membaca Aku dan Cerita di Masa Lalu beserta ke-16 cerita lainnya, membuat kita ikut merasakan getar-getar kenangan dalam rajutan cinta yang disulam ulang oleh pemuda kelahiran Kolaka tiga puluh satu tahun silam. Darinya kita memahami bahwa semua menjadi begitu indah kala ia diceritakan ulang dengan cara yang elegan.

Bahkan, kritik sosial yang dititip oleh Sahru dalam berbagai cerita tak membuat buku ini menjadi sekumpulan pamflet. Sahru berhasil menyusupkan sikapnya melalui tokoh seperti Karim (Tak Ada Lelaki yang Baik di Mata Karim), Mahmut (Karena Wanita Itu Kami Beradu), Kiro (Berhijrah di Kampung Halaman), atau Si Lela (Si Lela, Setelah Ditinggal Nikah).

Tentu, sebagai seorang penulis sastra autodidak, kualitas karya Sahru tak elok dibanding sandingkan dengan tulisan-tulisan para maestro dan begawan sastra. Tapi, kehadiran buku ini menjadi pemantik semangat bahwa menjadi penulis dan menerbitkan buku bukanlah perkara yang tak terjangkau oleh masyarakat awam sastra. Maka mari menulis.

Judul: Aku dan Cerita di Masa Lalu | Penulis: Sahru Ramadhan | Penerbit: Pakalawaki | Cetakan: Pertama, November 2021| Jumlah Halaman: 140 | ISBN : 978-623-97273-9-0


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama