Di Padang Arafah

“Setiap kita terlahir dengan kutukan, apakah kau tahu itu?”
Tanyaku padanya di suatu senja yang berdebu. Di mana aku baru saja menemukannya.

“Bisakah tanya itu kau simpan dulu? Sepertinya kita harus mencari tempat yang lebih tepat untuk bercakap.” Jawabnya.
Suaranya serak mengatasi deru debu yang beterbangan.
“Kita harus kemana? Lihat tak ada satupun tempat berlindung di sini. Tak ada gunanya kita mencari.” Kataku tak kalah serak.

Sesekali kupelototi tubuh telanjangnya yang berdebu.
Kami sama-sama telanjang di gurun berdebu yang entah di mana ini.
Mentari demikian terik. Seperti tak ada makhluk lain kecuali kami berdua.
Entahlah kalau di balik gundukan bukit-bukit pasir itu.

Dia seperti putus asa. Dihempaskannya tubuhnya di atas hamparan pasir.
“Ah… apa kau tidak merasa asing dengan keberadaan ini?” Tanyaku sambil melangkah mendekat padanya.
Dengan tetap telentang di atas pasir yang berdebu dia menjawab sekenanya,
“Bagiku, pertanyaan itu tak bermakna lagi”.
“Apa maksudmu?” Aku keheranan.
“Kalaupun akhirnya kita tahu rahasia dari semua ini, aku yakin itu tidak menolong apa-apa.”
Aku bersimpuh dis ampingnya.
“Tapi setidaknya kita tidak hidup dalam telikungan tanya yang tanpa jawab kan?”

Tiba-tiba dia yang melempar tanya padaku,
“Kau tidak merasa asing dengan dirimu? Lihat ternyata kita berbeda, dada dan dadamu lain, juga selangkangan kita...” Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan,
“Bukan.., bukan kita, tapi kau dan aku... betul-betul berbeda.”

Aku kaget mendengar kata-katanya barusan, kudengar mulutnya mendesis menatap kemaluanku.
Di sana terbayang gairah yang murka.
Kutatap ke dalam mata perempuan itu, kulihat pada mulanya adalah ular, yang culas, penggoda, perayu, tidak bisa dipercaya, iblis!!!
Badanku merasa merinding...
“Siapa kau..kau..kau.. kau memang berbeda denganku.. kau..!!!”

Aku berusaha menjauh darinya, dia tetap menjangkau-jangkau ke arahku.
Mulutnya menyeringai, dia berguman seperti mendesis...
“Aku perempuan dan kau lelaki... aku haus air kasihmu... kau rindu dengan dekapku...!!”
Serta merta ia terbahak...
“Ha... ha... ha... kau tak bisa menolakku!!!”
“Inilah kutukan itu, kita terlahir dengan birahi...!!!”

Aku merinding dan tak bisa apa-apa, perlahan ada yang menegang di selangkanganku.
Aku merasa asing, tapi mataku tak lepas dari selangkangannya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama