e-Audit BPK; Tantangan Bagi Auditor Internal

[16.12.2011] Beberapa waktu terakhir, ruang publik diramaikan dengan istilah e-audit yang dicanangkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bagi sebagian kalangan, program ini menjadi harapan baru dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi yang dirasa makin merejalela di kalangan pemerintah, terutama di pemerintahan daerah.

Tapi sebelum membahas lebih jauh tentang e-audit, penting untuk membahas secara singkat pengertian audit terlebih dahulu. Audit atau auditing Auditing berasal dari bahasa latin ‘audire’ yang berarti mendengar atau memperhatikan. maksudnya bahwa melakukan audit berarti memperhatikan dan mengamati pertanggungjawaban keuangan yang disampaikan penanggung jawab keuangan sebuah institusi publik. 

Dalam perkembangannya, pihak yang melaksanakan fungsi ‘audire’ atau yang menjadi ‘pendengar’ tersebut, dinamai auditor atau pemeriksa. Sedangkan tugas yang diemban oleh auditor tersebut disebut dengan auditing, dan pihak yang diperiksa oleh seorang auditor disebut auditee.

Secara lebih jelas, dapat dikatakan bahwa audit adalah proses atau kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan tingkat kesesuaian antara suatu kondisi yang menyangkut kegiatan dari suatu entitas dengan kriterianya, dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independen dengan mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistematis, analitis, kritis, dan selektif, guna memberikan pendapat atau simpulan dan rekomendasi kepada pihak yang berkepentingan 

Dalam perkembangannya, audit dibedakan menjadi dua; audit internal dan audit eksternal. Dalam beberapa hal, auditor internal dan auditor eksternal memiliki kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. termasuk implementasinya dalam ranah audit terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pemerintahan daerah.

Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang pemerintahan, aturan ketatanegaraan, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi pemerintahan yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka audit.

Perbedaannya terletak pada misi mereka dalam melaksanakan tugas audit. Auditor eksternal bertugas memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan auditee, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode tertentu. Auditor eksternal juga bertujuan untuk menilai apakah laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi, diterapkan secara konsisten. 

Sementara itu, misi utama auditor internal bukan pada pemberian opini, melainkan lebih pada upaya pengendalian internal, melalui evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, auditor internal juga mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan auditee terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam konteks pemerintahan, fungsi sebagai auditor eksternal dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sementara fungsi auditor internal dijalankan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian, dan Inspektorat Daerah.

Khusus mengenai rencana implementasi e-audit, ini merupakan salah satu inovasi yang coba dilakukan oleh auditor eksternal, dalam hal ini BPK dalam rangka efektivitas kinerja mereka dalam menjalankan fungsi dan perannya selaku pengawas eksternal pemerintahan. Tentu inovasi ini merupakan sebuah langkah maju, dan menjadi angin segar dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pemerintahan.

e-Audit merupakan suatu metode pemeriksaan yang memanfaatkan sinergi antara sistem informasi internal BPK RI (e-BPK) dengan sistem informasi internal milik entitas pemeriksaan (e-Auditee) dimana sinergi ini membentuk sebuah komunikasi data secara online antara e-BPK dengan e-Auditee yang secara sistematis membentuk pusat data pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di BPK.

Sistem pelaporan keuangan online membuat auditor dan instansi pemerintah yang diaudit tidak bersentuhan. Hal itu akan mampu mengurangi penyimpangan yang berpotensi terjadi dalam audit keuangan. Selain itu, sistem e-audit secara online juga akan mendorong semua lembaga penyelenggara negara menyempurnakan sistem pelaporan keuangan internal yang setiap saat bisa diakses auditor BPK. Diharapkan dengan berjalannya sistem ini, maka tingkat transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan akan semakin tinggi.

Sebagai langkah awal, BPK telah menyusun roadmap e-Audit, mulai tahap penerbitan MoU yang disertai penyusunan Juknis dan penetapan grand design e-Audit serta peningkatan keamanan komunikasi data pada tahun 2010 sampai dengan optimalisasi infrastruktur e-Audit tahun 2014. Pada implementasi tahun 2011, e-Audit antara lain difokuskan pada sosialisasi penerapan e-Audit, pengembangan infrastruktur e-Audit Tahap I, pemeriksaan TI BPK oleh pihak independen, dan penguatan software pendukung pelaksanaan e-Audit.

Implementasinya nanti, BPK akan melakukan beberapa langkah, pertama, akan terbentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK (e-BPK) yang terkoneksi langsung dengan data elektronik auditee (e-auditee). Kedua, hal ini tentu akan mempermudah pelaksanaan pemeriksaan BPK, dan ketiga, mendorong transparansi dan akuntabilitas data auditee.

Sistem e-audit ini digagas setelah menyadari bahwa audit laporan keuangan secara manual memiliki potensi human error lebih tinggi akibat keterbatasan SDM yang dimiliki BPK.Padahal berdasarkan amanat undang-undang, BPK hanya diberi waktu selama 2 bulan untuk menyelesaikan audit keuangan lembaga penyelenggara negara.

Dengan penerapan e-Audit ini, laporan keuangan yang dihasilkan oleh lembaga penyelenggara negara tidak hanya memiliki kebenaran materi administratif tetapi juga menggambarkan key performance indicator (KPI) dari setiap satu sen rupiah yang dibelanjakan, ini berarti bahwa output dan outcome dari berapa rupiah uang dibelanjakan, akan terlacak jadi apa? Kualitas seperti apa? Efisiensi seperti apa? Apakah benar seperti itu yang akan dibangun?

Namun memang perlu dicatat bahwa implementasi e-Audit nantinya bukan berarti memberi ruang kepada BPK untuk mengatur mengenai kewenangan atau perizinan untuk mengakses data lembaga penyelenggara negara dan pemerintahan, tetapi hanya mengatur mengenai pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data lembaga penyelenggara negara dan pemerintahan oleh BPK.

Dengan berbasis e-audit, diharapkan sinergi pembangunan dapat terjadi, yaitu progrowth, progood, projob, dan pro-environment. Pemanfaatan teknologi informasi (TI) telah menjadi suatu kebutuhan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan di sector public. Hal tersebut  dapat dilihat dari semakin luasnya penggunaan teknologi informasi pada unit-unit pemerintah dan BUMN/BUMD. Pemanfaatan teknologi informasi di sector public diwujudkan antara lain dengan penggunaan dan pengelolaan database dalam pengelolaan data keuangan maupun data non keuangan.

BPK RI telah mempunyai database  terkait pemeriksaan. Untuk lebih mengefektifkan database tersebut perlu di-link-kan dengan database yang ada pada pihak auditee (institusi sektor public). Link antara database BPK RI dan auditee dapat diigunakan setidaknya untuk pengambialn data (data sharing) maupun reviu atas aplikasi yang dimiliki oleh auditee
 
Bagi BPK, implementasi e-audit akan mengefektifkan proses pemeriksaan oleh BPK.
Dengan tersedianya data bagi BPK sebelum tim pemeriksa melakukan pengujian di lapangan, maka pemeriksa BPK dapat melakukan analisa lebih awal dan lebih komprehensif atas data pemeriksaan. Implementasi e-audit juga menjadi instrumen early warning system (sistem peringatan dini) jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan di sektor public sehingga dapat lebih efektif mendorong akutabilitas pengelolaan pada institusi pemerintah dan BUMD.

Selain itu BPK juga dapat memantau dan mereviu pemanfaatan dan kesiapan auditee dalam pengembangan TI yang tentunya akan memberikan masukan yang bernilai tambah bagi auditee.

Dengan implementasi e-Audit, ini melahirkan tantangan tersendiri bagi auditor internal. Perlua ada kesiapan sistem dan kesiapan sumberdaya manusia dari auditor internal dalam mengimbangi inovasi sistem dan model pengawasan yang di kembangkan oleh auditor eksternal, dalam hal ini BPK. Sudah siapkah kita?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama