Mehdi; Pattola Palallo Sengngeng mPaliE

[17.12.2011] 17 Desember 2010, dua hari setelah kelahiranmu –engkau lahir 15 Desember 2011 pada pukul 23.05 wita, aku mencoba melepaskan diri dari kepenantan dengan keluar dari kawasan RSIA Pertiwi Makassar. Kelahiranmu memang tidak menimbulkan masalah berarti sebagaimana kakakmu, Qonitah Wafiyah Tenri Bilang –yang mendapatkan tambahan Daeng Ranne dari nenekmu, yang terlahir prematur dengan berat cuma 2,05 kilogram. 

Kau terlahir dengan berat 3,02 kilogram, sepadan dengan badanmu yang montok berisi dengan pipi yang kemerah-merahan. Tapi merahnya bukan seperti merahnya pipi Aisyah –istri Rasulullah, sehingga beliau digelari khumayra, tapi merah karena alergi yang diwariskan oleh mamamu, dia menikmati udang sekira 10 jam sebelum kau dilahirkan. Alergi udang ini kau bawa sampai sekarang.

Untuk acara melepas penat, aku memilih mampir ke sebuah toko buku, siapa tahu ada buku yang bisa menginspirasi dan menjadi karib selama aku menungguimu dan mamamu di rumah sakit. Di toko buku, aku mememanfaatkan waktu dengan membolak-balik beberapa halaman buku yang sepertinya menarik, aku memang datang tanpa perencanaan tentang buku yang akan kubeli.

Begitu merasa sudah cukup lama meninggalkan kau dan mamamu di rumah sakit. Aku memutuskan pulang dan membeli sebuah buku. Entah alasan apa, aku meraih sebuah buku yang ditulis oleh pemimpin besar India, M. K. Gandhi. Beliau menulis buku tentang dirinya sendiri, dan dia beri judul, “Mahatma Gandhi; Sebuah Autobiografi” --Penerbit Narasi, Cet. 1, Yogyakarta, 2009, xvi + 728 halaman.

Setelah sampai di rumah sakit, aku mulai curiga bahwa pilihanku pada buku ini dipengaruhi oleh alam bawah sadarku tentang obsesiku terhadapmu; obsesi menjadikanmu seperti Gandhi. Semoga kau tak protes akan hal ini, meskipun aku sadar bahwa sebaiknya seorang anak diantar untuk menemukan dirinya sendiri, dirinya yang otentik, bukan membuatnya menjadi duplikat orang tertentu.

Tentu kau belum mengenal Gandhi sebagaimana aku mengenalnya –bahkan aku pun ragu, apa aku sudah benar-benar mengenalnya, tapi aku yakin kau akan menyukainya kalau kau sudah dewasa kelak, ketika kau sudah menemukan jati diri dan kesadaran kemanusiaanmu yang sublim. Keyakinan yang sebenarnya lebih tepat dinamai sebagai sebentuk pengharapan, harapan bahwa kau akan menjelma menjadi manusia paripurna; manusia yang tuntas dengan dirinya sendiri dan menjalani hidup untuk mengabdi bagi manusia dan kehidupan.

Kau tahu Nak? Sudah setahun kau menjalani dunia dan kehidupanmu di dalamnya. Kau menjalaninya dengan menyandang nama Mehdi Qoidul Wafiq Tenri Pada --dengan tambahan Daeng Rewa dari nenekmu, sebuah nama yang tak kalah panjang dari nama kakakmu. Berbeda dengan kakakmu yang disapa Cinta --yang jauh berbeda dari nama lengkapnya, kami menyapamu dengan Mehdi atau Daeng Rewa. 

Hari ini ulang tahunmu, tapi tak ada pesta, tak ada nyayian, tak ada kue tart, dan tak ada lilin untuk itu. Hanya kecup sayang dan do’a syukur dari segenap keluarga, semoga kau menjadi jagoan. Jagoan bagi dirimu sendiri, bagi keluargamu, bagi masyarakatmu, bagi negaramu, bagi agamamu, dan bagi siapapun yang berpengharapan baik terhadapmu. Kau tahu bagaiman contoh jagoan yang seperti itu Nak? Bukan Superman, Batman, Spiderman, apatah lagi Captain America

Jagoan itu, seperti Muhammad Saw yang menjadi tokoh paling berpengaruh dalam sejarah kehidupan manusia; atau M.K. Gandhi yang menjadi pemimpin inspiratif bagi pemimpin lainnya di belahan bumi, atau H.O.S Cokroaminoto yang rumahnya menjadi oase bagi pemimpin bangsa ini setelahnya; atau seorang lelaki tak dikenal yang bekerja dengan tulus dan ikhlas untuk menggerakkan kehidupan keluarganya.

Nak, kembali pada dua hari setelah hari kelahiranmu yang saya isi dengan membeli buku tentang M. K. Gandhi, maka dua hari setelah hari ulang tahunmu yang pertama, lagi-lagi aku membeli buku yang lumayan tebal, xxii + 742 halaman. Sebuah buku yang ditulis oleh Walter Isaacson dengan judul yang sangat singkat, “Steve Jobs” --Penerbit Bentang, Cet. 1, Yogyakarta, Oktober 2011.

Sebagaimana setelah membeli autobiografi M. K. Gandhi, setelah aku membeli buku biografi Steve Jobs lagi-lagi aku mencurigai obsesi besarku terhadapmu. Dua momen penting dalam hidupmu aku pertautkan dengan dua tokoh besar yang mempunyai pengaruh besar bagi manusia dan kehidupan. M. K. Gandhi menjadi pemimpin gerakan sosial politik yang progresif dan efektif, Steve Jobs menjadi simbol kepemimpinan yang kreatif dan inovatif dalam memandu pergeseran kebudayaan, bahkan peradaban.

Maafkan atas kelancangan tettamu meletakkan beban pengharapanan di kedua pundak mungilmu, semoga kelak kau tak menyalahkanku atas obsesi besar ini. Ini merupakan manifestasi semangat tradisi Bugis yang senantiasa terobsesi untuk melahirkan anak pattola palallo, seorang anak yang mampu menyamai pencapaian-pencapaian positif kedua orang tuanya, bahkan melampauinya.

Nak, kamu menjadi altar ego tettamu, menjadi harapan akan pencapaian positif yang telah di raih oleh kedua orang tuamu untuk kau sempurnakan, serta meraih pencapaian-pencapaian positif yang selama ini menjadi aspirasi tettamu, namun belum kesampaian perwujudannya; tugasmulah untuk meraihnya dengan sempurna. 

Kau bukan hanya diharapkan menjadi anak pattola palallo, tapi lebih dari itu; pattola palallo sengngeng mpaliE. Idealisasi seorang anak yang mampu menyamai pencapaian-pencapaian positif kedua orang tuanya, bahkan melampauinya, dan itu dicapainya dengan sempurna dan seutuhnya. Inilah anak maddara takku’, generasi berdarah biru yang hakiki, dan bukan hanya karena trah kebangsawanan yang mengalir dalam darahmu.

Anakku, buktikan bahwa kau memang pantas menyandang nama Mehdi dengan memenuhi seruan Sir Mohammad Iqbal –pemikir Muslim India-Pakistan, “Berhenti menunggu Mahdi, jadikan dirimu sebagai Mahdi”. Aku juga mengingatkan Nak, jangan permalukan nenekmu yang menganugerahkan gelar Daeng Rewa kepadamu, “tinjulah congkaknya dunia, buah hatiku, do’a kami di nadimu”, demikian teriakan Iwan Fals –musisi Indonesia, dengan suara seraknya.

--Pattallassang, 17 Desember 2011

2 Komentar

  1. mammuare mompo wija lawona na tabbakka adecengengna nancaji sulona lipue

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiiin....

      terima kasih, doata' Puang...

      Hapus
Lebih baru Lebih lama