[02.03.2013]
Sabtu siang, aku merasa agak lelah. Kuputuskan untuk istirahat agar bisa agak
segar di sore hari. Setiap malam ahad, aku menyempatkan diri mampir ke
Sekretariat Pemuda Muslimin Indonesia Cabang Takalar.
Tiba-tiba
ponselku berbunyi, sebuah pesan singkat melayang masuk. Ternyata dari Ketua I Pemuda
Muslimin Indonesia Cabang Takalar, Ahmad Rusaidi, S.Pd.I. bunyinya begini, “Sekolah
Literasi Pemuda Muslim angkatan III siap di buka di SMA Negeri 2 Polombangkeng
Utara. Siang ini.”
Wuih,
semangatku bangkit. Apalagi ketika sebuah pesan singkat lain juga mampir, kali
ini dari Ketua Departemen Organisasi, Kaderisasi dan Dakwah Pemuda Muslimin
Indonesia Cabang Takalar, Saharuddin, S.Pd.I.
Bunyinya
lebih tegas, “Tunggu di rumah Kanda, nanti saya jemput, kita berangkat bareng
ke Polut.” Setelahnya, aku bergegas membasuh muka, bersalin baju, print
beberapa bahan. Menunggu jemputan.
Tak
lama, Ustadz Sahar datang dengan motor. Kusambar helm, pamitan ke anak dan
istri, aku duduk di boncengan. Brum.... motor melaju menuju utara, Palleko. Di
Palleko, motor berbelok ke kanan, jalan ke arah Pabrik Gula Takalar, di sanalah
SMA Negeri 2 Polut bercokol.
Peserta
sudah menunggu, 27 orang bersiap untuk berbagi dan belajar bersama. Berikhtiar
memajukan diri, menjadi generasi yang sadar literasi, generasi yang menjadikan
kebiasaan membaca dan menulis sebagai karib.
Terlaksananya
kegiatan ini tak lepas dari kerja keras Rahmat, Mantan Ketua OSIS SMA Negeri 2
Polut yang juga kader Pemuda Muslimin Indonesia Cabang Takalar, bersama dengan
Ahmad Rusaidi.
Menurut
Ahmad, acaranya sempat tidak direstui oleh Kepala Sekolah, alasannya sederhana,
khawatir acaranya merugikan siswa, terutama bila nanti menarik bayaran dari
peserta.
Tapi
setelah mendapatkan penjelasan bahwa kegiatan ini tidak akan menarik biaya
apapun dari peserta, bahkan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan kompetensi
siswa, restu pun diturunkan.
Peserta Sekolah Literasi Pemuda Muslim Angkatan III |
Yang
membuat semangatku kian menggebu adalah antusiasme peserta untuk mengikuti
acara. Mereka juga mengungkapkan komitmen untuk serius mengikuti semua sesi
sekolah literasi.
Mungkin
benar kata orang bahwa menulis adalah terapi. Aku merasa menjadi lebih segar,
lebih bersemangat, dan bergairah bila menjalani aktivitas yang bersentuhan
dengan dunia kepenulisan. Menulis telah menjadi terapi yang menyehatkan jiwaku.
Bukan hanya
itu, dengan mendorong program Sekolah Literasi Pemuda Muslim oleh Pemuda
Muslimin Indonesia Cabang Takalar, aku berharap menulis bisa menjadi terapi
bagi banyak orang, bukan cuma diriku.
Siang itu, aku berbagi pengalaman dengan peserta tentang dunia literasi yang aku jalani sebagai laku hidup. Suasana begitu sumringah, aku seakan menyaksikan benih-benih bunga peradaban bermekaran dari penulis belia yang menjadi peserta.
Peserta Sekolah Literasi Pemuda Muslim Angkatan III |