[03.04.2016] Pada kesempatan ini, aku hanya akan menulis ulang sebuah kisah yang diceritakan
kembali oleh Syaikh Al Musnid Hamid Akram Al Bukhory dari Mudzakkiraat Sultan
Murad IV. Aku berharap cerita ini bisa menjadi pengingat bagiku yang
terkadang secara tak sengaja berusaha menjadi hakim.
*
* *
Di dalam buku hariannya Sultan Turki
Murad IV mengisahkan, bahwa suatu malam dia merasakan kekalutan yang sangat, ia
ingin tahu apa penyebabnya. Maka ia memanggil kepala pengawalnya dan
memberitahu apa yang dirasakannya.
Sultan berkata kepada kepala pengawal: “Mari kita keluar sejenak.”
Di antara kebiasaan sang Sultan adalah
melakukan blusukan di malam hari dengan cara menyamar. Mereka pun pergi, hingga tibalah mereka di sebuah lorong
yang sempit. Tiba-tiba, mereka
menemukan seorang laki-laki tergeletak di atas tanah. Sang Sultan
menggerak-gerakkan lelaki itu, ternyata ia telah meninggal. Namun orang-orang
yang lalu lalang di sekitarnya tak sedikitpun mempedulikannya.
Sultan pun memanggil mereka, mereka tak
menyadari kalau orang tersebut adalah Sultan. Mereka bertanya: “Apa yang kau inginkan?”
Sultan menjawab: “Mengapa orang ini meninggal tapi tidak ada satu pun di
antara kalian yang mau mengangkat jenazahnya? Siapa dia? Di mana keluarganya?”
Mereka berkata: “Orang ini Zindiq, suka menenggak minuman keras dan
berzinah.”
Sultan menimpali: “Tapi . . bukankah ia termasuk umat Muhammad shallallahu
alaihi wasallam? Ayo angkat jenazahnya, kita bawa ke rumahnya.”
Mereka pun membawa jenazah laki-laki itu
ke rumahnya.
Melihat suaminya meninggal, sang
istripun pun menangis. Orang-orang yang membawa jenazahnya langsung pergi,
tinggallah sang Sultan dan kepala pengawalnya.
Dalam tangisnya sang istri berucap kepada jenazah suaminya: “Semoga Allah merahmatimu wahai wali Allah.. Aku bersaksi
bahwa engkau termasuk orang yang sholeh.”
Mendengar ucapan itu Sultan Murad kaget: “Bagaimana mungkin dia termasuk wali Allah sementara orang-orang membicarakan tentang dia begini dan begitu, sampai-sampai mereka tidak peduli dengan kematiannya.”
Sang istri menjawab: “Sudah kuduga pasti akan begini...”
“Setiap malam suamiku keluar rumah pergi
ke toko-toko minuman keras, dia membeli minuman keras dari para penjual sejauh
yang ia mampu. Kemudian minuman-minuman itu di bawa ke rumah lalu
ditumpahkannya ke dalam toilet, sambil berkata: ‘Aku telah
meringankan dosa kaum muslimin’.”
“Dia juga selalu pergi menemui para
pelacur, memberi mereka uang dan berkata: ‘Malam ini kalian sudah dalam bayaranku,
jadi tutup pintu rumahmu sampai pagi’.”
“Kemudian ia pulang ke rumah, dan berkata
kepadaku: ‘Alhamdulillah, malam
ini aku telah meringankan dosa para pelacur itu dan pemuda-pemuda Islam’.”
“Orang-orangpun hanya menyaksikan bahwa
ia selalu membeli khamar dan menemui pelacur, lalu mereka menuduhnya dengan
berbagai tuduhan dan menjadikannya buah bibir.”
Suatu kali aku pernah berkata kepada
suamiku: “Kalau kamu mati nanti,
tidak akan ada kaum muslimin yang mau memandikan jenazahmu, mensholatimu dan menguburkan
jenazahmu.”
Ia hanya tertawa, dan berkata: “Jangan takut, bila aku
mati, aku akan disholati oleh Sultannya kaum muslimin, para Ulama dan para
Auliya.”
Maka, Sultan Murad pun menangis, dan
berkata: “Benar! Demi Allah,
akulah Sultan Murad, dan besok pagi kita akan memandikannya, mensholatkannya
dan menguburkannya.”
Demikianlah, akhirnya prosesi
penyelenggaraan jenazah laki-laki itu dihadiri oleh Sultan, para ulama, para
masyaikh dan seluruh masyarakat.
*
* *
Sahabatku, kualitas tertinggi manusia bukanlah menjadi hakim, melainkan
menjadi saksi dan memberi kesaksian (syahadah), maka kenapa
kita tidak berusaha menambil pelajaran?
sumber ilustrasi: kadiritarikati.net
Bismilah. Ya Allah Ampuni Dsa Hamba
BalasHapusAmin ya rabbal alamin...
Hapus