27. Masjid dan Ajaran (ke)Suci(an)

Bila kita mencoba membuka kitab fikih, maka hal pertama yang kita temukan adalah pembahasan mengenai tetek bengek bersuci, baik itu berupa wudu, tayamum, dan mandi wajib.

Setelahnya, barulah pembahasan akan beranjak kepada perihal salat, puasa, haji, dan berbagai ibadah teknis lainnya. 

Rupanya, tata tertib ini bukan hanya berlaku dalam pembahasan fikih, pada ulasan ilmu hakikat, tasawuf, dan irfan, konon masalah bersuci ini pun menempati bagian pertama.

Sebelum orang melangkah lebih jauh pada paparan perihal tahalli, takhalli, dan tajalli, maka mensucikan hati sebagai instrumen utamanya, mutlak dilakukan.

Taharah menjadi syarat yang mesti dilakukan sebelum seseorang menegakkan ibadah, baik lahir maupun batin.

Mengapa aku mengulas ini, tak lain sebagai refleksiku pada masjid yang kudatangi malam ini. Masjid yang berjarak kurang dari dua kilometer dari Kantor Bupati maupun Masjid Agung Takalar.

Sebuah masjid jami yang diurus oleh rata-rata birokrat senior, pensiunan, dan mantan legislator. Masjid, yang tak begitu jauh dari rumah mertua, tempatku menginap malam ini.

Masjidnya lumayan bersih, dengan kipas angin yang cukup untuk mensuplai rasa sejuk bagi jamaah. Ditambah dengan kehadiran menara yang menjulang, membuat masjid ini cukup mentereng.

Selain warna cat luarnya yang terkesan suram, warna hijau tua yang kurang bercahaya, tak ada yang tercela dari masjid ini. Suara imam rawatib yang kadang kurang bertenaga senantiasa mendapat permakluman dari jamaah.

Kembali ke soal pentingnya taharah, baik pada soal syariah, maupun pada hal hakikat, menurutku masjid (pengurus dan jamaahnya) ini perlu berefleksi.

Mengapa? Sebab bila dianalogikan sebagai buku fikih yang menempatkan bab taharah di bab pertama, seharusnya bilik tandas dan tempat wudu adalah bab pertama sebuah masjid.

Bagaimana kita bisa beribadah dengan khusyuk lahir dan batin, bila bersuci saja begitu sulit. Tempat buang air yang tak memadai, gerendel kunci yang rusak, dan tempat wudu yang keran airnya bocor.

Sungguh aku heran, mengapa pengurus masjid ini seakan begitu berbangga bisa menyiapkan fasilitas ibadah dalam masjid yang memadai, namun mereka alpa pada sarana bersuci.

Apa mereka lupa dengan sebuah kaidah 'Mâ lâ Yatimmu al-Wâjibu illâ bihi fa Huwa Wâjib', bahwa suatu kewajiban tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu tadi hukumnya menjadi wajib.

Bahkan bila pun tidak menerima dalil demikian, seharusnya mereka mengetahui bila Allah telah menegaskan dalam al Quran surah al Maidah (5) ayat ke-6 bahwa kita diperintahkan bersuci sebelum salat.

Selayaknya, selain mengalokasikan anggaran besar untuk mempercantik tampilan masjid dan fasilitas ibadah di dalam masjid, penting kiranya memberi perhatian pada ruang tandas dan tempat wudu.

Apabila kamar mandi dan tempat wudu di masjid diperbaiki sedemikian rupa, semoga ini menjadi wasilah agar kita semua menjadi orang-orang yang dicintai Allah. 

Bukankah Allah sendiri berkata begini dalam al Quran, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan orang yang menyucikan diri. (Q.S 2 : 222)."

Tunggu apalagi, ayo perbaiki, percantik, dan jaga kebersihan ruang tandas serta tempat wudu di masjid.

27 ramadan 1439 H / 11 juni 2018 M

Sumber ilustrasi: republika

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama