[04.07.2014] Syahdan, di sebuah kampung di
kaki gunung Bawakaraeng, kampung tempat di mana guru spiritual La Capila yang
bernama I Mapesona bermukim, warga sekitar mencap I Mapesona sebagai orang yang
kurang waras.
Soalnya sederhana, I Mapesona yang hidup
sendiri sejak ditinggal mati oleh istrinya dua tahun lalu itu punya kebiasaan
aneh. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, I Mapesona menganyam tikar dari daun
pandan. Namun tikar pandan yang telah dia anyam, lebih banyak yang dia urai
kembali daripada yang dia jual ke pasar.
Dia hanya akan menjual tikar pandan untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, selebihnya dia urai kembali untuk dia anyam
lagi di hari berikutnya. Tak ada yang tahu apa alasan kenapa I Mapesona melakukan
tindakan yang bagi warga sekitar merupakan tindakan bodoh tersebut.
Bahkan karena tindakannya tersebut, I
Mapesona kemudian dikenal sebagai Tukang Tikar Gila di kampung tersebut. Dia
menjadi bahan olok-olok anak-anak, para remaja, bahkan orang tua pun tak jarang
menertawai tingkah I Mapesona.
Namun anehnya, I Mapesona begitu rajin
sholat berjamaah di masjid jami’ kampung tersebut, bahkan terkadang dia juga
mengumandangkan adzan apabila imam masjid terlambat, atau bila La Capila tidak
berkunjung. Tak jarang, mereka hanya berjamaah bertiga, imam masjid, I
Mapesona, dan La Capila.
Apabila anak-anak kampung melihat I
Mapesona berjalan menuju pasar sambil membawa tikar hasil anyamannya untuk dia
jual, tak jarang dia diteriaki dengan panggilan-panggilan yang menyakitkan.
“Oooo Pongoro’.....” atau “Minggir, orang gila mau lewat...” merupakan teriakan
yang seringkali diungkapkan anak-anak kepada I Mapesona.
Sampai pada suatu pagi yang cerah, I
Mapesona membawa tikarnya ke pasar untuk dia jual. Tak sampai waktu siang,
tikarnya telah terjual habis, sementara pasar masih lumayan ramai. Begitu
urusannya di pasar selesai, I Mapesona berjalan dengan santai tanpa
menghiraukan olok-olok yang tak pernah reda.
Rupanya, I Mapesona berjalan menuju masjid
jami’ yang terletak tak jauh dari pasar. Begitu sampai, I Mapesona berwudhu,
lalu melangkah mantap menuju mimbar dan meraih mikrophon lalu melantunkan
adzan, sementara waktu masih sekira pukul sembilan lewat.
La Capila yang sedang melaksanakan sholat
dhuha juga kaget mendengar lantunan adzan sepagi itu, tapi belum sempat dia
beraksi, warga yang dari pasar sudah berkerumun di halaman masjid sambil
berteriak-teriak dengan beringas.
“Oiii I Mapesona, pongoro’, kenapako adzan
jam segini? Dasar gila!”, ada juga, “Mana Pak Desa, ini I Mapesona dimasukkan
saja ke rumah sakit jiwa.” Dan berbagai teriakan sejenis yang tidak berhenti
bersahut-sahutan sampai I Mapesona menyelesaikan adzannya.
Begitu I Mapesona beranjak menuju pintu
masjid, seorang warga mengusulkan agar I Mapesona di tangkap saja dan diamankan
di kantor desa agar tidak membuat ulah lagi. Suasana memanas, beberapa pemuda
bergerak ingin meringkus I Mapesona.
Untung La Capila cepat datang menengahi
dan meminta pengertian warga atas tingkah polah I Mapesona. Namun I Mapesona,
seperti tak terjadi apa-apa, malah menatap tajam kepada semua warga yang
berkumpul di halaman masjid, sepertinya dia akan menyampaikan sesuatu.
“Siapa sebenarnya yang gila, saya
atau kalian? Ketika saya adzan di waktu dhuhur, tak ada satupun yang datang ke
masjid. Tapi begitu saya adzan di waktu yang salah, kalian berduyun-duyun ke
masjid. Jadi siapa sebenarnya yang lebih gila?” Seru I Mapesona lirih.
“Kalian lebih tertarik memenuhi panggilan
adzan yang keliru daripada panggilan adzan yang tepat dan mengajak kalian beribadah
kepada Allah, lalu kalian merasa diri lebih waras dari saya dan pantas menyebut
saya gila, pongoro’, dan kurang waras?”
Seruan I Mapesona membuat warga yang
berkerumun tertunduk malu dengan muka yang kuyu. Bahkan beberapa orang tua
berbisik, bahwa apa yang dikemukakan oleh I Mapesona ada benarnya. Tak lama,
kerumunan pun membubarkan diri.
Tags:
Refleksi
wahahahaaaa..
BalasHapusI Mempesona kerennya pake bingiiitzz....
(y)
Cerita yang sarat makna. Disajikan dengan gaya bertutur yang jelas dan enak dibaca. Satu contoh tulisan yang sangat 'kuat'.
BalasHapusFeby, ini salah satu seri tulisan saya tentang La Capila dengan gurunya I Mapesona :)
BalasHapusBang Jumadi, terima kasih komentarnya, komandanna Tribun ini kauwwe.... :)
BalasHapus