[13.09.2014] Ini adalah catatan tentangku, seorang
kepala rumahtangga pada sebuah rumah mungil di kompleks perumahan sederhana di
selatan Makassar. Catatan tentang perjuanganku menghadapi keusilan tikus yang
mungkin merasa rawa yang menjadi istananya kami invasi untuk dijadikan sebagai
perumahan.
#1 Tikus dan Dispenser
Kisah ini berawal dua bulan yang lalu.
Ketika aku bangun tidur menjelang subuh, aku beranjak menuju dapur untuk
meminum segelas air hangat, seperti kebiasaanku selama ini. Tapi begitu aku
membuka pintu dapur, aku kaget bukan kepalang. Dapur seperti kebanjiran. Tapi
begitu aku perhatikan, genangan air di depan pintu dapur berasal dari dispenser
yang terletak tepat di sampingnya.
Dengan sigap aku turunkan galon untuk
mencegah makin banyaknya air yang tercecer di lantai. Akalku melakukan analisis
sederhana dan berkesimpulan, “ada kebocoran”, sekaligus menyulut tanya, “apa
penyebabnya?”. Aku memutuskan untuk melakukan investigasi secara menyeluruh
terhadap apa yang terjadi setelah melaksanakan sholat subuh.
Usai sholat subuh, berbekal sebatang
obeng, penutup bagian belakang dispenser kulepas, rembesan air semakin terlihat
bekasnya. Namun masalah belum selesai, titik kebocoran belum ketemu. Saatnya
penutup bagian depan kulepas, kulihat, pipa silikon yang menghubungkan tabung
air panas dengan kran keluar, terkoyak. Serpihan pipa berserak bersama kotoran
tikus yang baunya minta ampun.
Rupanya ini kerjaan tikus usil. Perlahan
kulepas pipa yang bocor, untuk kugunakan sebagai contoh pembelian pipa baru.
Untuk sementara, dispenser tak bisa digunakan, maka penutup depan dan
belakangnya aku pasang sekenanya. Tak dinyana, pipa pengganti baru bisa
tersedia keesokan harinya.
Keesokan harinya, begitu pipa pengganti
tiba dan akan kupasang, astaga..... pipa silikon yang menghubungkan tabung air
dingin dengan kran keluar, pun telah terkoyak. Terpaksa, kami harus menunggu
sehari lagi untuk pemesanan satu pipa pengganti. Pada malam itu, dispenser
kujaga dengan lebih hati-hati agar tikus tak lagi merusak pipa yang lain.
Sejak kejadian tersebut, saya
mengubek-ubek dapur untuk mencari si tikus. Dendam di dadaku demikian membara,
ingin rasanya kucincang tikus usil tersebut, lalu kuserahkan untuk menjadi
santapan kucing tetangga. Agar dia merasakan betapa amarahnya diriku kepadanya.
Bahkan saya berkali-kali saya menyumpahi dan mengancamnya, berharap dia
mengerti dan merasa terintimidasi.
Usahaku membuahkan hasil ketika aku
menggeser mesin cuci bukaan depan kapasitas 7 kilogram, beratnya minta ampun.
Begitu mesin cuci bergeser sejengkal, aku mendengar suara mencicit, aku
berhenti untuk memperhatikan, tak ada apa-apa. Kembali mesinnya kugeser
sejengkal, kulihat darah berceceran, dan moncong tikus menyembul dari bawah
mesin cuci.
Ternyata, si tikus mengumpet di kolong
mesin cuci, dan tak sengaja dia tergilas ketika aku menggeser mesin cucinya.
Ajalnya tiba dengan tidak sengaja. Melihat kepalanya yang hancur, dan ceceran
daranya di lantai, dendamku menguap, amarahku reda. Kuambil kantong keresek,
jenazah tikus itu kubungkus lalu kumasukkan ke tong sampah.
#2 Tikus dan Kompor Gas
Tadi pagi, istriku mengeluh, dia mencium
aroma gas LPG di ruang dapur,
“Kak, kenapa ada bau gas kucium”
“Biasanya memang begitu kalau sudah mau
habis,” aku menanggapi dengan enteng.
Tak lupa aku menambahkan informasi,
“Harga gas LPG tabung 12 kilogram sudah
naik lagi loh.
“Kalau gas yang habis, masih bisa diatur,
kalau listrik yang habis, itu baru masalah besar.”
Karena yakin dengan jawabanku, istriku
menyalakan kompor gas untuk menanak kolak labu dan bubur kacang hijau,
sekaligus menggoreng telur mata sapi untuk Cinta dan adik-adiknya.Semua
berjalan dengan lancar, tak ada insiden yang terkait dengan gas yang terjadi.
Setelah sarapan, aku malah memilih untuk berleha-leha di tempat tidur.
Menjelang siang, aku masuk ke ruang dapur,
tercium aroma gas LPG yang cukup menyengat. Kuseret tabung LPG keluar dari
‘persembunyiannya’, kudekatkan telinga ke arah regulator untuk meyakinkan.
Terdengar bunyi berdenging halus yang menandakan bahwa ada aliran gas yang
keluar, sementara saat itu kompor tidak sedang menyala.
Kutelusuri pipa dari regulator ke kompor
kutelusuri, mencari titik kebocoran, sambil bertanya-tanya, apa benar ada
kebocoran? Sementara sekujur pipa dibalut lilitan aluminium, hal apa yang bisa
membuat pipanya bocor? Karena penasaran, kompor ikut kubolak-balik, tak ada
apa-apa yang kutemukan, semua dalam situasi aman.
Kembali kutelusuri pipa dengan lebih
saksama, kuamati inci demi inci, akhirnya sumber masalah itu tampak juga. Di
ujung pipa yang tersambung ke kompor, pada bagian yang tidak tertutup lilitan
aluminium pengaman, terlihat bagian pipa yang tersayat, oh Tuhan..... rupanya
ini lagi-lagi kerjaan tikus usil.
Dengan bermodal pisau dan obeng serta
tanggungjawab sebagai kepala rumahtangga, pipa sambungan ke kompor kulepas,
lalu kupotong bagian yang bocor kemudian kupasang kembali dengan erat. Begitu
regulator kupasang, bunyi berdenging haluspun hilang, yang menandakan bahwa tak
ada lagi kebocoran yang terjadi. Komporpun menyala kembali dengan aman.
Masalah berikut yang belum selesai adalah
keberadaan tikusnya. Dapur kuubek-ubek untuk melacak jejak si tikus usil, namun
tak ada tanda-tanda keberadaannya, rupanya dia sudah kacir duluan. Setelah
berembuk dengan istri, kami menyepakati untuk menyebar racun tikus. Semoga
tikusnya berminat memakannya, dan dapur kamipun kembali aman dari tikus usil.
#3 Aku dan Tikus
Sampai saat ini, aku menyimpan kecurigaan bahwa tikus pertama yang kemudian tewas terjepit mesin cuci setelah membuat pipa dispenser kami bocor adalah istri dari tikus yang muncul belakangan.
Aku membayangkan bahwa dia masuk ke rumah kami untuk mencari istrinya tercinta yang telah pergi meninggalkan rumah dan tak kunjung kembali. Dia resah, karena istrinya yang tak kunjung datang, sementara rumahnya, tanah kavling kosong yang berada tepat di belakang dapur kami sudah mulai ditimbun dan dipasangi fondasi untuk sebuah bangunan.
Coba bayangkan betapa risaunya tikus itu. Dalam konteks sebagai kepala keluarga, aku bisa merasakan kegelisahan yang sangat, kekhawatiran yang maha besar, dikala istri tak jelas entah di mana, dan rumah kita terancam digusur.
Tapi biar bagaimana, aku tetap akan menyebar racunnya, bukan semata-mata untuk mengakhiri derita kami dari gangguan tikus yang sedang galau itu, namun lebih dari itu, dengan menghidangkan racun, kami berusaha membantunya untuk mengakhiri derita hidup yang dia alami, sebuah derita cinta terbesar abad ini di dunia pertikusan, barangkali.
#3 Aku dan Tikus
Sampai saat ini, aku menyimpan kecurigaan bahwa tikus pertama yang kemudian tewas terjepit mesin cuci setelah membuat pipa dispenser kami bocor adalah istri dari tikus yang muncul belakangan.
Aku membayangkan bahwa dia masuk ke rumah kami untuk mencari istrinya tercinta yang telah pergi meninggalkan rumah dan tak kunjung kembali. Dia resah, karena istrinya yang tak kunjung datang, sementara rumahnya, tanah kavling kosong yang berada tepat di belakang dapur kami sudah mulai ditimbun dan dipasangi fondasi untuk sebuah bangunan.
Coba bayangkan betapa risaunya tikus itu. Dalam konteks sebagai kepala keluarga, aku bisa merasakan kegelisahan yang sangat, kekhawatiran yang maha besar, dikala istri tak jelas entah di mana, dan rumah kita terancam digusur.
Tapi biar bagaimana, aku tetap akan menyebar racunnya, bukan semata-mata untuk mengakhiri derita kami dari gangguan tikus yang sedang galau itu, namun lebih dari itu, dengan menghidangkan racun, kami berusaha membantunya untuk mengakhiri derita hidup yang dia alami, sebuah derita cinta terbesar abad ini di dunia pertikusan, barangkali.
Tags:
Refleksi