Pengantar Ilmu Bertanya (Pakkutana)


[26.03.2016] Tulisan ini tak ingin membahas soalan bagaimana cara bertanya secara efektif dalam diskusi, ilmu pakkutana yang akan dibahas adalah salah satu ilmu warisan leluhur terkait dengan strategi mencari pasangan hidup yang sehati (pada ati) seperti telah disinggung sekilas dalam catatan ‘Paseng Untuk Para Bujang’.

Selain ilmu pakkutana, masih ada beberapa ilmu terkait cenning rara (pekasih) dengan beragam variasi seperti: pakkarawa (sentuhan), tampa’ angkangulung (tepukan di bantal), pakkita (pandangan mata), pabbukka’ parekkuseng (pembuka aura) dan lain sebagainya.

Namun pada kesempatan ini, yang akan dibahas adalah soal pakkutana. Sebab ini merupakan indetifiksi paling awal terkait respon seseorang pada stimulus rasa yang coba kita kirimkan. Sementara implementasi cenning rara akan lebih akurat setelah kita mendapatkan jawaban dari pakkutana yang dilontarkan.

Sederhananya, ilmu pakkutana adalah perpaduan mantra dan gerakan yang praktikkan oleh seseorang untuk mengetahui apakah yang nacading (diinginkan) juga memiliki rasa yang sama atau tidak. Sebab, pantang bagi seorang lelaki Bugis tabbé siri’ (kehilangan malu) hanya karena bertepuk sebelah tangan.

Dengan mengetahui kadar keterbalasan rasa dari obyek cinta, maka seorang pecinta bisa menyusun strategi untuk mengatasi hal tersebut. Apakah mengambil langkah belakang dan mundur teratur, atau terus berjuang dengan pendekatan yang intensif dengan dukungan cenning rara.

Ilmu ini lumayan gampang diamalkan. Tinggal membaca mantra di saat kita melihat target, sebisa mungkin tidak lebih dari jarak 300 meter untuk memastikan keampuhan dari mantra. Begitu anda selesai membaca dan si target memegang bagian tubuh yang anda sebut dalam mantra, maka jawaban sudah bisa diketahui apakah dia juga punya rasa atau tidak.

Mantra yang digunakan dalam ilmu ini ada beberapa variasi, namun secara garis besar bermakna sama: melontar tanya dan menawarkan alternatif jawaban. Berikut adalah salah satu contoh mantra pakkutana yang populer. Untuk menjaga kesakralannya, maka beberapa bagian teks sengaja dihilangkan.

Oh ....................., makkutanai ......................
     Oh (teks dihilangkan) bertanya (teks dihilangkan)
Maélo ka’ missengngi téa mu, maélo mu.
     Aku hendak mengetahui tidak sukamu, atau sukamu.
....................., narékko maélo ki’, karawai .....................
     (teks dihilangkan), apabila ada inginmu padaku, pegang (teks dihilangkan)
Narékko téa ki’, karawai .....................
     apabila tak ada inginmu padaku, pegang (teks dihilangkan)

Untuk mendapatkan ilmu ini secara utuh dengan khasiat yang mumpuni, maka ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh para pencari. Bila anda adalah salah satu yang ingin bolai ilmu ini, maka patut kiranya untuk berguru langsung pada ahlinya, misalnya: Andi Rahmat Munawar. Atau bisa juga membaca postingan beliau di Prinsip Kerja Mantra Pakkutana.

Tulisan ini dibuat bukan untuk membeberkan ilmu ini secara murah kepada publik, sekali lagi bukan. Tulisan ini hanya sebentuk pengantar bagi para pencari, terutama para bujang, bahwa leluhur kita memiliki khasanah keilmuan yang luar biasa kaya dan tentu masih bisa anda gunakan saat ini.

Mengenai khasiatnya, ilmu ini tidak semata karena terpenuhinya syarat formal, tetapi juga ditentukan oleh kadar keyakinan si pemakai, dan tentu saja semua atas izin Allah azza wajallah. Maka jangan pernah lupa dengan barakka’ laa ilaaha illallah, muhammadar rasulullah, kun faya kun.

4 Komentar

  1. awwe kesi...ampun seniorrr

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahaha.........

      soalnya banyak yang tanyaka' bela.... :D

      Hapus
  2. Saya curiga, jangan sampai ini teguran untuk para pejuang yang masih bujang. hehehe

    BalasHapus
  3. Siap langsung mempraktekkan ilmunya gan

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama