Bulan Juli
2017 masih separuh jalan, namun bahagia membuncah di dada. Ini bukan rezeki
nomplok dalam bentuk materi berharga mahal, bukan. Bahagiaku meledak karena
hadirnya dua buah buku kumpulan cerpen. Satu berjudul ‘Matinya Penyair di Tangan
Almanak’, satunya lagi berkop ‘Album Biru’.
Mengapa kedua buku ini
menjadi istimewa? Ide cerita, gaya berkisah, teknik penulisan, serta
tetek-bengek teknis terkait kualitas sebuah cerita pendek tak menjadi
pertimbangan untuk mengatakan luar biasa. Kekhasan kedua buku ini lebih
ditentukan oleh latar belakang para penulisnya.
‘Matinya Penyair di
Tangan Almanak’ hasil racikan Damar al-Manakku. Seorang penulis muda dan
pelakon teater kelahiran Takalar, 13 Agustus 1995. Sementara ‘Album Biru’
adalah buah kerja keroyokan 18 orang penulis belia yang masih berseragam putih
abu-abu sepanjang pekan.
Yang menautkan para
penulis kedua buku ini adalah kesemuanya bergiat di Komunitas Pena HijauTakalar. Hal ini pulalah yang menautkan mereka dengan sudut terdalam hatiku.
Karya mereka mendapat tempat khusus dalam kesadaran literatifku tersebab mereka
adalah buah dari pohon yang disemai sejak 2011.
Komunitas Pena Hijau
dideklarasikan pada 5 Februari 2011 oleh lima orang siswa SMA di Takalar yang
merupakan binaan #KelasLiterasi Pimpinan Cabang Pemuda Muslimin Indonesia Kab. Takalar melalui program #SekolahLiterasi. Selama 6 tahun, komunitas penulis belia ini
telah menjadi rumah bersama ratusan pemuda yang punya hasrat pada dunia
kepenulisan.
‘Matinya Penyair di
Tangan Almanak’ tiba di tanganku pada rabu malam, almanak gregorian mencatatnya
dengan penanda 05 Juli 2017. Pada sebuah bincang ringan, di sela suara suporter
PSM yang lagi menjajal Tim Maung Bandung, Persib, pustaka ini kuterima langsung
dari penulisnya dengan pesan ringkas, “Selamat menimang kenangan dari buku yang
sederhana ini, Kanda.”
Oh ya, selintas saya
kenalkan penulisnya. Damar al-Manakku adalah pegiat komunitas yang punya
totalitas tinggi terhadap dunia kesastraan. Meski masih tercatat sebagai
mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra Universitas
Muslim Indonesia (angkatan 2013), dia juga menuntut ilmu di jurusan Seni Teater
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Budaya Indonesia Sulsel (angkatan
2016).
Kami berjumpa pada
sebuah meja warung kopi di bilangan Jalan Alauddin Makassar. Turut hadir
Koordinator Komunitas Pena Hijau Takalar, Bung Rustam Bostan, serta Bung
Najamuddin Arfah, jurnalis muda sarat pengalaman yang kini menjadi pemimpin
redaksi sebuah media online berbasis Jakarta, edunews.id.
Di hadapan kami tersaji
dua piring pisang goreng polos yang masih hangat. Asap masih mengepul dari
bilah-bilah pisang bersaput tepung yang sudah berwarna kuning kecokelatan. Kami
tak memilih pisang goreng cokelat keju, sebab kami rindu dengan rasa asli pisang
goreng yang khas.
Sedangkan “Album Biru’
berhasil kujamah setelah Bung Rustam Bostan mengeluarkannya dari kardus paket
kiriman penerbitnya, semalam (13/07/2017). Dua kardus berbobot 20 kg itu telah
nangkring di ruang tamu rumahku sejak selasa (11/07/2017) malam. Bung Rustam
datang menjemputnya bersama dua orang pembina komunitas, ustaz Zaid dan ustaz
Saharuddin.
Dalam perbincangan
ringan tanpa penganan apapun itu, terlontar gagasan perihal acara peluncuran
kumpulan cerpen tersebut. Juga candaan ihwal luputnya nama Bung Isbawahyuddin
bersama ustaz Ahmad Rusaidi dari ucapan terima kasih Bung Rustam dalam kata
sambutan di buku.
Terlupanya nama kedua
pembina komunitas itu memantik syak wasangka akan adanya rivalitas abadi antara
Bung Rustam dan Bung Isbah. Padahal, Bung Isbah merupakan editor awal buku ini,
sebelum diambil alih oleh Bung Rustam, tersebab tak selesainya proses
pengeditan di tangan Bung Isbah.
Sementara soal ustaz
Ahmad, nama ini menjadi semacam legenda pada komunitas, sebab baru dirinya –di
antara sekian banyak pegiat komunitas, yang penah menerbitkan kumpulan pantun,
serta menggunakan penerbit komunitas: Pena Hijau Press. Ustaz Ahmad adalah
seorang pegiat literasi bangkotan di jazirah selatan Sulsel dengan menggawangi Sudut Baca Al Syifa.
Tags:
Refleksi
bacaan yang bagus, selamat berkarya Ustadz
BalasHapusterima kasih telah sudi mampir...
BalasHapus