04. Demikianlah Cinta Fisabilillah

Tadaa... Semua semringah malam ini, malam keempat ramadan 1439 H saat kami bersepakat untuk menonton bersama seusai taraweh, film Cinta Fisabilillah yang diproduksi oleh Daqu (Darul Qur'an) Movie melalui Film Maker Muslim yang ulasannya aku tampilkan di blog ini kemarin malam (Serupa) Reviu Film yang Tanggung, menjadi pilihan untuk dicandra.

Sekretariat Pimpinan Cabang Pemuda Muslimin Indonesia Kab. Takalar kami sulap menjadi bioskop mini. Bermodal sebuah notebook, soundsystem sederhana, infocus pinjaman, serta spanduk bekas sebagai screen. Maka jadilah kami nonton bareng ditemani camilan berupa aneka gorengan.

Film ini sesungguhnya sederhana saja, berpusar pada kehidupan enam orang tokoh yang saban hari berkumpul di meja yang sama pada cafe Optown - Brew kepunyaan Herman, salah satu tokoh utama dan menjadi sentrum dari seluruh kisah di cerita ini berkait, seorang lelaki saleh, baik hati, dan mapan secara ekonomi, namun belum menikah

Sebelum lanjut, aku kenalkan tokoh-tokohnya ya. Kita mulai dari Herman (diperankan oleh Ahmad Rhezanov). Sosok paling dewasa dan paling bijak antara semua tokoh yang ada, oh ya dia juga sangat karismatik. Namun menariknya, Herman memiliki sisi kelam masa lalu yang tidak diketahui oleh khalayak, termasuk para tokoh lain dalam film. Seorang pengusaha kaya yang mapan dan hobi beternak kucing, bahkan punya petshop mini.

Tokoh kedua adalah Asma (diperankan oleh Hana Nurjanah). Menurutku, inilah tokoh yang paling kuat diferensiasinya. Seorang wanita bercadar yang berhasil mengubah pandangan  tentang cadar. Asesoris pakaian muslimah yang selama ini dinilai kolot, kuno, tertindas dan radikal, berhasil digambarkan sebagai sosok ramah, modern, stylis, dan berkarakter kuat. Dia bisa menunjukkan ekspresi emosi yang jelas meski cuma lewat sorot mata, lengkung alis dan bahasa tubuh yang pas.

Selanjutnya adalah Ridho Rizal (diperankan oleh Muhammad Ali Miqdad). Pria tampan yang mengenalkan diri sebagai hafiz tanpa merasa riya, sebab baginya, hafiz adalah prestasi yang membanggakan. Qori internasional ini punya kebiasaan buruk, rajin taaruf dengan puluhan perempuan, namun belum menikah juga. Berdakwah melalui media sosial menjadi kesehariannya.

Lalu ada Kevin (diperankan oleh Muhamad Iqbal). Baru hijrah dan mwndalami agama, hasratnya menggebu dalam menjalankan syariah, sehingga terkadang merasa lebih mengerti Islam dibandingkan dengan Herman dan Ridho yang hafiz. Perspektifnya tentang hubungan cinta karena Allah masih meraba-raba.

Tokoh kelima adalah Dewi Kartini (diperankan oleh Erica Amalia Samodro). Seorang perempuan pembelajar, sudah menggondol pendidikan S3 Psikologi namun didesak oleh ibunya untuk segera menikah di usia 25. Dewi sibuk mengejar karir dan pendidikan sehingga terkesan tak terlalu memikirkan masalah pernikahan. Menurutku, dia tokoh paling cerdas di film.

Nah, yang terakhir adalah Aisyah Putri, biasa disapa Ai' (diperankan oleh Kulsum Nurul Jannah). Seorang influencer yang tidak percaya diri bila tak mengenakan make up. Perempuan yang punya banyak tutorial make-up dan hijab di media sosial ini menganggap bahwa cantik adalah cara untuk mendapatkan perlakuan baik, serta modal kerja sebagai seorang entertainer, bukan untuk tabaruj atau pamer kecantikan.

Kembali ke soal Herman yang gay, sebetulnya di beberapa scene, dia sudah mengungkapkan fakta itu secara tersirat. Seperti saat ditanya oleh Ridho mengapa dia belum menikah sementara sudah mapan dan mampu, dengan diplomatis, Herman mengatakan bahwa orang yang dia cintai tidak ingin dia nikahi. Sebenarnya ini sudah mengundang tanya, mengapa? Tapi penonton tak curiga.

Begitu juga saat Dewi secara tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang sama dari Ridho kepada Herman. Saat itu, dengan berat Herman mengakui bahwa dia lagi mencintai seseorang yang tak bisa dia nikahi, seseorang yang indah --tak menggunakan istilah cantik seperti yang digunakan Dewi dalam tanya, bukan karena perbedaan, melainkan karena persamaan.

"Pantas dia bilang persamaan pun bisa jadi penghambat dua orang yang saling mencintai untuk menikah, ternyata..." ujar seorang kawan saat menyaksikan pengakuan langsung Bang Herman bahwa dirinya tak memiliki ketertarikan secara seksual kepada perempuan saat dilamar oleh Dewi Kartini yang ditemani oleh Asma meski sesungguhnya dia juga menyukai Herman.

Namun suasana paling heboh terjadi saat Dewi yang ditemui oleh Ai', Ridho dan Kevin di depan Optown - Brew. Mereka mencoba mengingatkan Dewi atas kondisi Herman yang penyuka sesama jenis. Dengan tegas Dewi menunjukkan komitmennya untuk membantu Herman mengatasi ujiannya. "Apa yang saya rasakan saat ini adalah perasaan paling indah yang pernah dirasakan oleh seorang wanita!" Tegas Dewi.

Dan terbukti, Dewi meyakinkan ibunya untuk menerima ramalan Herman. "Ibu, izinkan aku menjadi bagian dari kekuatan Bang Herman dalam menjalani ujiannya," rayu Dewi kepada ibunya. Spontan, decak kagum terdengar dari penonton, baik ikhwan maupun akhwat. Bahkan terdengar celetukan bahwa Herman memang lelaki yang pantas diperjuangkan.

Sementara itu, Asma yang sebelumnya juga begitu menyukai Herman, meski cuma sebatas cidaha (cinta dalam hati), mengakui pada Ridho bahwa Dewi lebih layak untuk Herman. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Ridho yang lamarannya pernah ditolak Asma, di kembali mencoba mengajukan lamaran dan terima oleh Asma.

Ada sebuah dialog yang menarik antara mereka yang menurutku patut kukutip sebelum mengakhiri catatan ini. Di sinilah terjelaskan cinta fisabilillah itu.
"Dho, kau tahu mengapa aku suka sama Bang Herman? ...Dho, Bang Herman itu hafiz sama seperti kamu, tapi dia sembunyikan, karena dia takut dikuasai kesombongan...." seru Asma.
"Tapi itu kan kagum namanya, Asma, bukan cinta."
"Menurutmu, cinta itu yang seperti apa?"
"Yang aku rasakan ke kamu, nyaman dan tanpa alasan. Apa itu salah?" Ridho memelas.
"Rumi bilang, sebagus apapun kita menjelaskan tentang cinta, ketika kita merasakan cinta, kita akan malu dengan penjelasan kita. Tidak ada penjelasan yang pasti tentang cinta, Dho, semua pasti punya referensinya sendiri." Terang Asma, panjang.

Menarik bukan? Bagaimana, masih mau dilanjutkan? Baiklah, saya kutipkan lagi sedikit. Berikut kata Asma selanjutnya.
"Buatku cinta itu harus fisabilillah. Harus di jalan Allah. Harus mendekatkanku kepada taqwa."
"Dan aku nggak begitu?" Tanya Ridho kemudian.
"Cinta yang fisabillah itu, bisa dibangun sama-sama dari nol. Dimulai dengan ikatan suci di mata Allah."
"Maksudmu?" Seru Ridho tertahan.
"Nggak semua orang punya keberanian untuk melamar kedua kali setelah ditolak, apalagi ini hafiz, masa aku tolak lagi."

Kalimat terakhir Asma menghapus mendung di wajah Ridho dan mengukir senyum lebar di wajah mereka yang menonton barusan. Tapi tunggu dulu, bila Herman berhasil meyakinan ibu Dewi bahwa dia bisa membahagiakan anaknya, lamaran Ridho diterima oleh Asma setelah percobaan kedua, kisah Kevin dan Ai' tak semulus itu.

"Apa kita nikah juga?" Tanya Ai' akhirnya.
"Nikah karena semua teman kita nikah?" Jawab Kevin membuat Ai' terdiam sebelum akhirnya bertanya balik.
"Menurut Kevin, apa landasan yang paling kuat untuk dua manusia melangsungkan pernikahan."
"Cinta." Seru Kevin singkat.
"Allah, Vin." Ai' menghela nafas masygul.
"Bukan cinta?"
"Nggak disebut cinta kalau bukan karena Allah." Tegas Ai'.
"Cinta yang karena Allah itu yang bagaimana?" Muka Kevin penuh rasa ingin tahu 

Pause ah. Aku tak akan menuliskan jawaban Ai', penasaran kan soal jawabannya. Belum lagi soal nasib hubungan Ai' dan Kevin yang terlanjur keruh. Apakah akan mengikuti jejak Herman-Dewi dan Ridho-Asma, atau Kevin-Ai' akan merintis jalan cinta mereka sendiri? Silakan menonton sendiri filmnya biar tak jerawatan karena penasaran. Film ini bisa ditonton siang hari kok, insya Allah tak bikin makruh puasa.

04 ramadan 1439 H / 19 mei 2018

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama