Eselon III Pencinta Mak Lampir


Cerita ini bermula saat kami ikut Rapat Koordinasi Pengawasan Daerah Nasional (Rakorwasdanas) di Jakarta. Sebagai staf Sub Bagian Perencanaan, saya dan Syahrul ikut mendampingi Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perencanaan dan Sekretaris Inspektorat. Rapat Koordinasi ini akan membahas perencanaan pelaksanaan pengawasan secara nasional.

Saat di hotel, saya satu kamar dengan Syahrul, sementara Kasubag Perencanaan satu kamar dengan Sekretaris Inspektorat. Seusai makan malam, saat jarum jam baru menunjukkan pukul delapan lebih dua belas menit, saya dan Syahrul sudah bersembunyi di bawah selimut. Kami merasa sayang untuk meninggalkan kasur hotel yang empuk, apalagi udara begitu sejuk karena hembusan pendingin ruangan yang pas.

Ketika kucoba memejamkan mata, Syahrul berbisik.

     “Mahmud, kau tahu?”

     “Tahu apa?” Rasa penasaran membuat aku kembali membuka mata.

     “Pak Ahmad itu suka sekali menonton sinetron.”

     “Hah? Kau tahu dari mana? Biasanya pejabat struktural itu sukanya menonton berita, bukan sinetron. Apalagi eselon tiga.” Gugatku.

     “Saya juga awalnya tidak percaya saat teman- teman yang cerita, tapi saya pernah satu kamar hotel ketika tugas ke daerah, saya menyaksikan langsung.” Syahrul memasang muka serius.

     “Baru lucunya, sinetron yang dia suka, sinetron Misteri gunung Merapi, itu yang ada Mak Lampir di ceritanya, hahahaha…”

     Syahrul tak bisa menahan tawa, dia bangun dan bersandar di dinding.

     “Serius? Hahahaha…” Aku ikut bangkit dari baring, lalu turut terbahak.

     “Seriuslah, dia suka katanya karena ada silat-silatnya.” Ujar Syahrul meyakinkan.

     “Hahahahaha…..” Kembali aku tergelak, rasa kantuk yang sebelumnya membekap mata, perlahan menguap. tak bisa kkubayangkan, Pak ahmad yang bertubuh gempal itu menikmati dengan serius sinetron.

     Kuambil remote control televisi, kunyalakan, kusetel saluran HBO, mencari film box office.

Belum lima menit kunikmati film yang tayang, tiba – tiba ada ketukan di pintu kamar. Syahrul bergegas menjangkau gagang pintu dan membukanya. Begitu terbuka, kepala Pak Ahmad muncul.

     “Belum tidur, kan?” Tanyanya sambil berjalan menuju sofa dan mendaratkan badan tambunnya di sana.

     “Belum, Pak.” Jawab kami kompak sambil saling menatap. Sebagai bawahan, tentu bermacam tanya menggelayut, ada apa gerangan seorang Sekretaris mengunjungi kamar kami saat malam.

     “Dari mana, Pak?” Tanyaku berbasa – basi, mengusir rasa canggung..

     “Tak dari mana – mana, cuma dari kamar. Tadi saya berencana mau menonton di kamar, tapi Pak Kasubag juga menonton, dan dia memilih saluran yang menayangkan acara Jakarta Lawyers Club.” Terang Pak Ahmad sambil menunjuk ke arah televisi.

Mendengar jawabnya, aku sudah mendapat firasat aneh, ada geli yang menjalar di perut. kulirik Syahrul yang juga merasakan hal sama. Belum sempat kami menanggapi, Pak Ahmad sudah menyahut lagi.

     “Tolong, saluran televisinya bisa dipindahkan ke Indosiar?” Pintanya kujawab dengan melempar remote ke Syahrul sambil kembali merebahkan badan dan menarik selimut hingga sebatas leher.

     “Bagus itu di Indosiar, ada film silat – silat, judulnya Misteri Gunung Merapi. Tokoh utamanya adalah Mak Lampir.” Terang Pak Ahmad, mencoba menarik perhatian kami dan mendukung selera tontonannya.

     “Kalian kenal Mak Lampir, kan?” Tanyanya lagi.

     Begitu kalimatnya usai, saya tak berselera menjawabnya. Selimut kutarik menutupi muka, aku tertawa tertahan di balik selimut. Kudengar Syahrul memindahkan saluran ke Indosiar, lalu dia juga memilih sembunyi di balik selimut. Kami membiarkan Pak Ahmad menikmati seleranya yang menurut kami aneh.

     Kuraih telepon genggam, kuketik pesan singkat ke Syahrul.

     “Syahrul, apa cuma saya yang merasa aneh? Sepertinya Pak Ahmad punya indera keenam, baru saja kita usai membicarakannya, dia tiba – tiba muncul, dan membuat kejutan. Hahahaha…”

Beberapa menit tak ada jawaban, butuh beberapa menit sebelum teleponku akhirnya bergetar. Kubuka.

     “Mungkin dia berguru ke Mak Lampir, hahahaha…”

     Tempat tidur terguncang keras karena resonansi tawa kami yang tertahan. Kuintip, Pak Ahmad serius menatap layar televisi, di sana, Mak Lampir lagi bertarung hidup dan mati dengan Sembara.

            Tak tahan dengan suasana ini, kukirim pesan singkat ke Kasubag Perencanaan.

     “Pak, kenapa bapak harus menonton Jakarta Lawyers Club? Jadinya pak Sekretaris mengungsi ke kamar kami.”

     “Mengungsi bagaimana maksud Pak Mahmud?” Jawabnya.

     “Bapak ke sini deh, dan saksikan sendiri.”

      Tak begitu lama, terdengar ketukan dari arah pintu. Sigap Pak Ahmad berdiri dan membuka pintu, Pak Kasubag Perencanaan yang datang.

     “Masuk, Pak. Ini saya lagi nonton sinetron kolosal, Misteri Gunung Merapi. Siapa tahu Pak Kasubag ingin ikut menonton, seru ceritanya, apalagi ada Mak Lampir.” Ajak Pak Ahmad.

     Kami yang mendengar dari balik selimut, tak bisa menahan tawa. serentak kami membuka selimut dan bangun, lalu tertawa terbahak.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama