[07.01.2022] Suasana musala kantor siang ini tiba-tiba heboh. Perkaranya sederhana sih, soal keterlambatan mereka yang biasa jadi imam salat duhur. Waktu iqamah sudah tiba, penanda elektronik sudah berbunyi, lampunya telah berkedip, muazin ragu melantunkan iqamah. Siapa yang akan jadi imam? Gumamnya lirih. Karena waktunya berakhir, muazin memilih melantunkan iqamah dan membiarkan soal siapa yang akan jadi imam dipikirkan bersama oleh jemaah.
Selesai iqamah, jemaah tegang bersama, tak ada yang beranjak dari posisi. Lengang, menanti siapa gerangan yang akan siap jadi imam. Tiba-tiba, dari arah sudut kiri belakang musala, seorang jamah senior, pak Ikhlas angkat suara, “Pilih pak Sabar saja, cepat.” Segera jamaah mengangkat kor menyilakan pak Sabar untuk maju jadi imam.
Jadilah pak Sabar memimpin salat. Seperti kata pak Ikhlas, salat berlangsung lebih cepat dibanding bila orang lain yang jadi imam. Begitu salam dipungkaskan, pak Ikhlas kembali nyeletuk, “Tuh, kan lebih cepat. Ini lebih baik agar kita tak terlambat untuk mengisi check lock, dan tambahan penghasilan tidak dipotong.” Ujaran pak Ikhlas kembali disambut kor oleh jamaah. Semua terbahak berjamaah lalu bergegas menuju mesin check lock.